Rabu, 10 Februari 2010

Hanya Akui 5 Agama, Negara Dituding Diskriminatif


JAKARTA (Okezone), 9 Februari 2010 - Sejumlah aktivis keagamaan yang tergabung dalam lembaga antariman, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) keberatan dengan kebijakan pemerintah yang menjadikan agama tertentu sebagai agama resmi yang diakui negara.

Sikap itu dinilai diskriminatis dan merugikan pemeluk keyakinan di luar agama yang diakui.

Menurut Sekretaris Jenderal ICRP, agama tidak perlu pengesahan negara karena agama lebih dahulu ada daripada Republik Indonesia. Seperti diketahui, pemerintah selama ini hanya mengakui agama tertentu yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghuchu.

Mereka yang beragama di luar itu akan kesulitan saat mengurus dokumen seperti akta pernikahan, pendidikan, dan sebagainya.

"Dasarnya apa negara menentukan agama ini resmi dan yang lain tidak?" ujarnya dalam konferensi pers usai menemui Wakil Presiden Boediono di Istana Wakil Presiden, Selasa (9/2/2010).

Karena itu, kata dia, ICRP merangkul semua kelompok yang mengaku beragama dan berkeyakinan. Sebab, hak berkeyakinan adalah hak yang tidak bisa ditarik oleh siapapun dan juga melekat pada manusia itu sendiri.

"Kami sungguh-sungguh meminta semua pihak untuk menghormati ini dan menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan prinsip dialog," ujarnya.

Lebih jauh dia mengatakan, agama bisa menjadi berkat untuk manusia tetapi agama juga bisa menjadi kutukan buat umat manusia jika dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi kekerasan.

Selain itu, ICRP juga tidak setuju atas keberadaan Undang-undang No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Karena itu, Ketua ICRP Siti Musdah Mulia turut mengajukan judicial review undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar