Kamis, 25 Februari 2010

Luthfi Assyaukanie:Toleransi Kita Rendah


Ada kelompok yang menuding Luthfi Assyaukanie kelompok penista agama.

VIVAnews, 20 Februari 2010 - Pro dan kontra uji materi Undang-undang Penodaan Agama masih berlanjut. Kasus ini terus berkembang hingga ada kelompok yang menuding Jaringan Islam Liberal (JIL) dan LSM pendukung pencabutan UU/PNPS/1965 sebagai kelompok yang menistakan agama Islam.

Wartawan VIVAnews, Dian Widianarko mewawancarai aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) yang Juga Deputi Direktur Freedom Institute Luthfi Assyaukanie, terkait pro kontra itu setelah dirinya menyebut kesalahan Lia Eden sama dengan kesalahan Nabi.

Dalam persidangan uji materi di Mahkamah Konstitusi, pada Rabu 17 Febuari 2010 lalu, Luthfi menyebutkan bahwa toleransi kita rendah sekali.

Dalam sidang itu, Luthfi diundang sebagai saksi ahli dari pihak pemohon dan dia memaparkan sejarah agama. Menurutnya dalam sejarah setiap agama baru selalu dimusuhi dan tidak diterima agama mayoritas.

Apa yang dipaparkan Luthfi rupanya disalahpahami banyak orang dan berakibat banyak yang beranggapan Luthfi menyamakan Lia dengan sosok Nabi Muhammad. Itu dianggap melecehkan, meskipun Luthfi tidak bermaksud demikian.

Ancaman pun datang kepada aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) itu,
bahkan sampai muncul ancaman pembunuhan.

Seperti apa ancaman itu dan bagaimana sebenarnya kesaksiannya di MK yang dipermasalahkan, berikut wawancara VIVAnews dengan Deputi Direktur Freedom Institute itu di kantornya, Jumat 16 Desember 2010.

1. Kesaksian Anda pada persidangan menjadi polemik dan membuat
beberapa pihak marah pada Anda. Apa yang sebenarnya terjadi?


Kemarin itu, sebenarnya tidak ada yang kontroversial sih, kalau kita mau berfikir dingin. Setiap kali saya ngomong di forum yang banyak orang garis kerasnya di situ, orang sudah apriori duluan. Sudah begitu dikompori pula.

Saat saya selesai bicara ada tanya jawab yang panjang sekali dan yang paling keras itu dari pengacara MUI dan DDII. Mereka salah paham dan saya kira mereka sengaja salah paham untuk mengompori.

Saya kan bilang negara jangan ikut campur soal agama karena masalah
agama itu rumit sekali. Bagaimana kita mau menganggap satu agama sesat
dan yang lain tidak. Biarkan saja yang nyesat-nyesatin antara agama sendiri, negara tidak usah ikut campur.

Saat ngomong soal sejarah agama itu yang agak krusial. Sebagai saksi
ahli dan bicara soal sejarah agama, saya bicara dan memandang agama
dari sudut pandang historis.

Sebagai seorang beragama sudah pasti dan jelas, saya menghormati Nabi Muhammad. Nah karena di situ saya diundang jadi ahli, jadi saya memandang sejarah Islam sama dengan sejarah sekte-sekte atau agama lain.

Nah saya katakan mengapa negara sakit hati dan melarang Lia Aminudin,
karena dia menyebarkan agama baru. Walau pun kesalahan Lia berlapis-lapis, karena katanya ada ajarannya yang perlu diamankan, misalnya beri ajaran yang melecehkan orang, saya gak tahu persis, tapi tuduhannya seperti itu.

Tapi kan dasarnya Lia dimusuhi oleh mayoritas karena ada sesuatu yang
bermasalah yaitu karena dia mengaku rasul, mengaku jibril dan itu
menantang agama mayoritas, Islam, karena dinilai berbeda dengan
mayoritas.

Maka saya jelaskan di situ bahwa semua agama, semua nabi yang muncul itu dicaci maki oleh mayoritas.

2. Pihak yang marah karena Anda menjadikan Nabi Muhammad contoh dan menyamakan dengan kasus Lia Aminuddin, apa benar begitu?

Saya bilang, nabi dulu itu dianggap gila, dan itu ada di Al Quran, nabi
dilempari kotoran unta dan lain-lain. Pengikutnya juga dikejar-kejar. Itu kan sama persis dengan apa yang dialami Lia Aminuddin.

Maksud saya, kita ini seperti orang Quraish dan orang jahiliah yang memerangi kaum minoritas. Saya sengaja mengambil contoh ekstrim seperti itu biar tergugah lah.

Kalau nabi kita dulu diperlakukan seperti itu, kita mau gak orang lain diperlakukan seperti itu? Kalau kita gak mau nabi kita diperlakukan seperti itu, ya kita jangan begitu pada orang. Selama orang itu tidak melakukan kekerasan.

3. Tapi mereka salah paham dengan apa yang anda katakan di MK, dan kabarnya mereka mengancam anda?

Oh ya. Kalau ancaman kan sudah biasa. Dulu waktu mendirikan JIL kan
juga banyak ancaman.

4. SMS, email. Kalau yang ancaman saat ini apa bentuknya?

Sama. Seperti ini (menyodorkan print out email ancaman). Email sms itu
ke email saya. Yang paling keras bahkan mengatakan; penggal kepalanya,
trus tancapkan di ujung Tugu Monas, biar semua orang tahu penghina
Nabi Muhammad SAW telah dieksekusi…!

5. Kalau ancaman fisik secara langsung atau via telepon?

Mudah-mudahan jangan. Emang enak apa dipukul orang..hahahaha. Telepon belum. Karena saya sengaja tidak angkat telpon yang tidak saya kenal.

6. Keluarga anda juga diancam?

Nggak, kalau kejadian ini baru.

7. Bagaimana perasaan anda menghadapi ancaman-ancaman itu?

Khawatir sih khawatir, tapi tidak terlalu mengambil serius. Karena dulu
sih sudah sering. Ulil (Ulil Absar Abdallah) juga sering mendapat
ancaman seperti ini.

8. Dulu seperti apa yang pernah anda alami?

Kalau dulu awal-awal mendirikan JIL sih sering saya disamperin orang
waktu habis solat jumat, nyamperin dan marah-marah.

Itu sih biasa, walaupun ngeri. Kita kan tidak tahu ukuran kemarahan seseorang. Saya saat ini lebih sering menghindari dan mencari tempat-tempat yang aman saja. Saya menghindari hal-hal seperti itu.

9. Apa anda akan menindak lanjuti ancaman itu, melapor ke polisi misalnya?

Saya belum menyikapi serius. Kalau ancamannya semakin serius kita akan
tindak lanjuti.

Potensi kekerasan sih ada, saya bisa merasakan. Minggu pertama waktu
sidang kan saya sama Ulil di balkon kita hampir dikepung.

Kalau tidak ada polisi mungkin sudah terjadi kekerasan. Tapi buru-buru diamanin polisi. Karena itu, kemarin waktu selesai acara saya langsung masuk
lewat pintu belakang pintu hakim dan diamankan polisi.

10. Dari kejadian yang sering anda alami, dan terakhir kasus MK itu, apa yang kemudian terpikir oleh anda?

Toleransi kita itu rendah sekali. Mulanya kan dari situ. Kalau kita
tidak toleran terhadap keyakinan lain, kemudian yang muncul kedengkian,
kebencian, dan pada tingkat selanjutnya yang muncul kemarahan.

Nah saya melihat bukan hanya audien, bahkan orang-orang yang terhormat
yang di dalam sidang, dari Depag, dari MUI dari DPR, bahkan hakim.

Beberapa yang terhormat itu tendensius. Harusnya kan nggak boleh hakim seperti itu. Hakim kan harusnya mendengarkan kesaksian ahli.

Pokoknya dia mendengarkan saja. Masak pas giliran saya semua hakim kecuali, ketuanya, mengomentari saya dan komentarnya agak memojokkan. Harusnya kan diam saja.

11. Seperti apa komentar yang memojokkan anda itu?

Misalnya mereka menanyakan pada saya apa pandangan saya soal atheisme,
dan lainnya. Kayak mau memojokkan. Mencecar gitu. Sebenarnya buat saya
sih nggak ada masalah, saya bisa jawab itu, cuma saya mencium
hakim-hakim ini ada pandangan ideologis tertentu juga. Kecuali
ketuanya Pak Mahfud yang sangat cemerlang.

12. Kembali ke belakang, sebenarnya bagaimana sejarah masuknya uji meteri UU ini ke MK?

Ini sudah dua tahun ya, dulu Gus Dur yang mengajukan. Gus Dur, Mas
Dawam (Dawam Raharjo) Mbak Musdah (Musdah Mulia). Di antaranya
alasannya, karena banyaknya kekerasan atas sekte-sekte agama,
Ahmadiyah kususnya.

Kan Ahmadiyah tidak diakui sebagai sekte Islam. UU PNPS itu diskriminatis, berpotensi memicu kekerasan karena dipakai oleh kelompok tertentu dan dibenarkan kelompok mayoritas untuk menekan kelompok minoritas. Ini yang menimbulkan adanya rasa ketidakadilan di tengah masyarakat.

13. Menurut anda, bagaimana nasib uji materi ini?

Kalau saya sih pesimis bisa berhasil. Karena saya lihat hampir semua
elemen pemerintah menolak. Tapi ini kemarin saya katakana di MK; saya tidak terlalu peduli dengan hasilnya. Tetapi ini adalah proses demokrasi yang harus dihormati.

Bahwa sekelompok orang merasa UU ini bertentangan dengan konstitusi, MK harus mengujinya. Kalau kemudian orang-orang tidak bisa menerima, dan kita kalah, tapi kita sudah melakukan sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar