Kamis, 11 Februari 2010

KWI Sepakat Pencabutan UU Penodaan Agama

Undang-undang tersebut saat ini dijadikan sebagai alat pembenaran atas penodaan agama.


VIVAnews, 10 Februari 2010 - Meski tidak terkena dampak langsung dari UU 1 PNPS tahun 1965, Konferensi Wali Gereja Indonesia mendukung pencabutan Undang-Undang Penodaan Agama ini.

"Kami juga ikut merasakan," kata perwakilan KWI, Beny Susatyo, saat sidang uji materi UU Penodaan Agama, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu 10 Februari 2010.

Dia mengatakan pada saat undang-undang tersebut dibuat Indonesia mengalami perubahan sosial. Lebih lanjut kata Beny, undang-undang tersebut saat ini dijadikan sebagai alat pembenaran atas penodaan agama. "Digunakan untuk mendiskreditkan sekelompok agama," ujarnya.

Dalam persidangan benny juga menmyampaikan bahwa negara tidak dapat membatasi hak umat bergama. "Tidak dapat melakukan intervensi," ujar dia. KWI berpendapat kebebasan beragama merupakan hak mutlak setiap individu.

Lebih lanjut Benny menegaskan bahwa pelarangan terhadap kebebasan bergama merupakan suatu bentuk diskriminasi. Alasan Benny, Indonesia bukalah suatu negara agama sehingga tidak dapat melakukan intervensi.

"undang-udang ini tidak sesuai dengan perkembangan zaman," kata dia. Atas dasar itulah, kata benny, mahkamah konsitutisi selayaknya memberi perhatian terhadap mereka yang setuju pencabutan undang-undang penodaan agama.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh beberapa lembaga dan perseorangan. Mereka adalah almarhum Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq. Sementara lembaga yang mengajukan uji materi adalah Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Perkumpulan Masyarakat Setara, Desantara Foundation, dan YLBHI.

Para pemohon berdalil beberapa pasal dalam UU ini diskriminatif. Sebab, UU ini merupakan pengutamaan terhadap enam agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu dan mengecualikan beberapa agama dan aliran keyakinan lainnya yang juga berkembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar