Kamis, 04 Februari 2010

Uji Materi UU Penodaan Agama: Pemerintah Nilai Uji Materi Tak Beralasan


Pemohon tidak memiliki alasan kuat untuk mengajukan uji materi undang-undang ini.


VIVAnews, 4 Februari 2010 - Menteri Agama Suryadharma Ali meminta Hakim Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang (UU) PNPS tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Menurut Suryadharma, pemohon tidak memiliki alasan kuat untuk mengajukan uji materi undang-undang ini.

"Dari penelusuran pemerintah, seluruh pemohon telah beragama. Artinya, menurut pemerintah, pemohon telah mendapatkan hak konstitusionalnya. Pemerintah memohon agar pemohon membuktikan letak kerugian pemohon," ujar Suryadharma dalam sidang uji materi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis, 4 Februari 2010.

Pemerintah diwakili oleh Suryadharma dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar. Sementara Hairuman Harahap, Adang Daradjatun, dan Ruhut Sitompul mewakili Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Permohonan uji materi ini diajukan oleh beberapa lembaga dan perseorangan. Mereka adalah almarhum Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq. Sementara lembaga yang mengajukan uji materi adalah Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Perkumpulan Masyarakat Setara, Desantara Foundation, dan YLBHI.

Para pemohon berdalil beberapa pasal dalam UU ini diskriminatif. Sebab, UU ini merupakan pengutamaan terhadap enam agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu dan mengecualikan beberapa agama dan aliran keyakinan lainnya yang juga berkembang.

Lebih lanjut, Suryadharma mengatakan pemerintah tidak pernah menghalangi aktivitas beragama atau beribadah pemohon. "Pemerintah berpendapat Undang-undang Nomor 1 PNPS tahun 1965 itu sudah tetap. Maka pemerintah meminta kepada majelis Hakim Konstitusi untuk menolak permohonan pemohon," tutur Suryadharma.

Mendengar penuturan Suryadharma ini, ratusan massa Front Pembela Islam yang menyaksikan sidang dari balkon lantai tiga gedung MK langsung meneriakkan 'Allahu akbar'. Mereka memang mengaku mendatangi sidang ini untuk mendukung pemerintah mempertahankan undang-undang yang dipermasalahkan ini.

Ketua Hakim Konstitusi Mahfud MD segera mengetuk palu dan meminta pengunjung sidang tenang. "Jangan bersuara apa pun," kata Mahfud.

Suryadharma kemudian melanjutkan dan mengakui bahwa undang-undang itu dibuat pada saat negeri tidak stabil pada 1965 silam. Namun, dia menyatakan aturan itu tidak dibuat dengan semena-mena.

Pemerintah, menurut Suryadharma, yakin bahwa UU PNPS sejalan dengan amanat Konstitusi dan harus dipertahankan untuk mewujudkan ketenteraman.

"Jika tidak ada justru akan menimbulkan hilangnya perlindungan. Kita tidak dapat memidanakan orang yang menghalangi aktivitas agama atau pelaku tindakan main hakim sendiri terhadap orang yang melakukan penodaan agama," kata Suryadharma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar