Sabtu, 30 Januari 2010

Pembunuhan Mahatma Gandhi


Jawaharlal Nehru (kiri) dan Mahatma Gandhi (AP Photo)

Tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa India itu ditembak oleh seorang pemeluk Hindu fanatik


VIVAnews, 30 Januari 2010 - Tepat 62 tahun yang lalu, pemimpin politik dan spiritual gerakan kemerdekaan India, Mohandas Karamchand Gandhi (Mahatma Gandhi), dibunuh. Gandhi tewas ditembak di New Delhi oleh seorang pemeluk fanatik agama Hindu.

Lahir sebagai putra seorang pejabat pemerintah India pada 1869, ibunda Gandhi sejak awal mendekatkan putranya pada ajaran Jainisme, agama di India mengenai moral dan antikekerasan. Semasa sekolah, dia bukan murid yang menonjol.

Namun pada 1888, Gandhi mendapat kesempatan untuk belajar mengenai hukum di Inggris. Kembali ke India, dia gagal menemukan pekerjaan, lalu menerima kontrak satu tahun di Afrika Selatan.

Laman The History Channel mengungkapkan, Gandhi ditempatkan di Natal, di mana dia menjadi objek rasisme dan hukum Afrika Selatan yang membatasi hak-hak pekerja Indian. Gandhi pernah diusir dari kompartemen kelas satu kereta api dan ditendang keluar dari kereta. Sejak mengalami peristiwa itu, dia memutuskan untuk memerangi ketidakadilan dan membela hak-haknya sebagai seorang India dan seorang manusia.

Di Afrika Selatan, Gandhi mulai berkarya dengan berkampanye memperjuangkan nasib etnis India. Pada 1914, Gandhi kembali ke India. Dia mendukung Inggris dalam Perang Dunia I, tetapi pada 1919, dia memperkenalkan "satyagraha" untuk memprotes draf militer wajib terhadap India. Ratusan ribu orang mendukung aksinya, dan pada 1920, dia menjadi pemimpin gerakan kemerdekaan India.

Dikenal sebagai Mahatma 'jiwa besar', selama hidupnya metode persuasif Gandhi mengilhami para pemimpin pergerakan hak-hak sipil di seluruh dunia, termasuk mendiang Martin Luther King Jr. di Amerika Serikat.

Jumat, 29 Januari 2010

Suryadharma Ali Berharap Mahkamah Konstitusi Tolak Uji Materi UU Penodaan Agama


MEDAN, (TEMPO Interaktif), 29 Januari 2010 - Menteri Agama, Suryadharma Ali berharap Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan, Penodaan Agama.

Gugatan diajukan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, di dalamnya Imparsial, Elsam, PBHI, DEMOS, Setara, Desantara Foudantion, dan YLBHI. Oleh Ali menyebut elemen organisasi nonpemerintahan itu, diantaranya bekerja atas pendanaan asing.

Direncanakan, Mahkamah Konstitusi mulai menggelar gugatan itu pekan depan. Ali memperkirakan, pencabutan undang-undang itu akan menimbulkan hal yang mengkhawatirkan.

"Kalau sampai undang-undang ini dicabut, maka setiap orang akan bebas menghujat agama apapun," kata Ali saat membuka Musyawarah Kerja Nasional ke II, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Kamis (29/1), di Convention Hall Tiara Medan.

Ali atas nama jabatan, Menteri Agama dan ketua partai afiliasi agama, menyerukan partai sejenis dan organisasi massa menggalang kekuatan mempertahankan keberadaan regulasi itu. "PPP menyerukan agar seluruh umat beragama menyatukan langkah melawan gugatan tersebut," tegas Ali.

Menteri Agama mengkhawatirkan penghapusan undang-undang itu, akan menimbulkan persoalan penistaan. "Setiap hari akan lahir orang yang mengaku mendapat wahyu tuhan, menjadi Imam Mahdi, menibiskan ajaran-ajaran sakral yang diyakini umat beragama," sebutnya.

Sikap penolakan upaya penghapusan undang-undang itu, Ali mengatakan, bukan hal antikebebasan. "Melindungi hak sebuah agama untuk mempertahankan agamanya," katanya. Di Indonesia, agama dan keyakinan yang diakui, Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Khonghuju. Partainya, sambung dia, telah membentuk tim advokasi perlindungan kebebasan menjalankan agama.

Abu Jenazah Mahatma Gandhi Akan Disebar


JOHANNESBURG, (Okezone), 29 Januari 2010 - Abu jenazah dari Mahatma Gandhi yang masih tersisa, akan disebar oleh pihak keluarga di perairan Afrika Selatan. Sebelumnya sisa dari abu jenazah tokoh ternama tersebut disimpan oleh teman dari keluarga Gandhi selama puluhan tahun.

Setelah peristiwa penembakan yang menyebabkan kematian Gandhi pada 30 Januari 1948 lalu, jenazah tokoh perdamaian ini dikremasi menurut ajaran Hindu. Umumnya abu jenazah akan disebar disungai atau dilaut beberapa hari setelah dikremasi.

Tetapi khusus untuk Gandhi, abu jenazahnya dipisah dalam bentuk kecil dan kemudian dikirim ke India dan beberapa negara, agar pengikut Gandhi dapat melakukan prosesi penyebaran abu jenazahnya. Demikian diberitakan AFP, Jumat (29/1/2010).

Ternyata satu bagian kecil abu jenazah yang dibawa ke Afrika Selatan tidak seluruhnya disebar. Teman dari keluarga Gandhi, Vilas Mehta yang membantu pelaksanaan upacara penyebaran abu jenazah di Afrika Selatan, ternyata menyimpan sebagian kecil abu Gandhi untuk menjadi kenangannya.

"Dia (Mehta) memutuskan untuk mengambil sedikit abu jenazah itu dan menyimpannya sebagai kenangan, tanpa mengetahui hal tersebut melanggar aturan Hindu yang sudah ditentukan," menurut cucu dari Mahatma Gandhi, Ela Gandhi.

"Saat Mehta meninggal, menantunya memutuskan mengembalikan abu jenazah tersebut kepada keluarga," lanjut Ela Gandhi yang menetap di Afrika Selatan.

Hingga temuan di Afrika Selatan, keluarga dari Mahatma Gandhi tidak mengetahui apakah masih ada abu jenazah Gandhi yang tersisa di negeri Nelson Mandela tersebut. Namun banyaknya bagian-bagian kecil dari abu jenazah Gandhi yang disebar ke seluruh dunia pada 1948 lalu, menyebabkan keluarga tidak mengetahui apakah masih ada orang lain yang menyimpan abu tersebut.

Terakhir kali abu jenazah Gandhi disebar di Mumbai dua tahun lalu. Selama puluhan tahun sisa dari abu jenazah tersebut disimpan oleh seorang anak Gandhi sebelum diberikan ke museum. Atas permintaan keluarga, abu jenazahnya tersebut akhirnya disebar di Laut Arab. (faj)(rhs)

When Chakras and Chocolate Collide


Source: www.nytimes.com
NEW YORK, January, 2010: 30 people signed up for a strange new hybrid of vigorous yoga, followed by a multicourse dinner of pasta, wine and chocolate, served on the yoga room floor. This almost seamless transition was designed to allow yogis to taste, smell and digest in a heightened state of awareness.

Friday’s event at Exhale Spa was the first in a series of “Yoga for Foodies” sessions devised by yoga teacher, David Romanelli, and coming soon to restaurants in Chicago, Cleveland and Dallas. Calling his mission “Yoga for Everyman”, Romanelli says “it’s a way of getting people in the door. The world is a better place if people do yoga. If they come because chocolate or wine is involved, I’m fine with it.”

The past decade has produced thousands of new foodies and new yogis. In 2007, a combination yoga studio and fine dining restaurant, Ubuntu, opened in Napa California. Yoga retreat centers now offer gourmet cooking classes and wine tastings.

But not everyone agrees that lusty enjoyment of food and wine is compatible with yogic enlightenment. “The culture of judgement in the yoga community is rampant, and nowhere more than around food. Nowhere is it written that only vegetarians can do yoga.” said yoga teacher Sadie Nardini.

There are many ways to “do” yoga: the term embraces meditation, worship, study, action, and physical movement. Yoga has many schools, like Ashtanga, Iyengar and Tantra, but has always been broadly understood as a route to enlightenment and purification - which is where consuming bacon and wine in yoga class becomes complicated. “People are starting to push back against the traditional, serious approach,” said Romanelli.

[HPI note: Hindu tradition and ayurveda hold that tamasic foods, such as chocolate and -- much more so -- the flesh of dead animals, will keep the person away from higher states of mind, which are the goal of yoga.]

Advanced Booking of Cremation Ceremonies


Source: timesofindia.indiatimes.com
THIRUVANANTHAPURAM, INDIA, January 26, 2010: In Kerala, a tourist destination marketed as God’s own country, soon one’s journey to the hereafter could begin much before one passes away. People in Palakkad, concerned about whether or not their last rites would be carried out in proper religious fashion, now have the option of making an advance booking of their cremation rituals with the Aivar Madham Trust and die in peace.

To book your cremation, come in person to pay US$86, provide the necessary documents and you’re set. The package includes an ambulance service, a mobile mortuary if needed, the service of a priest versed in rituals, and, the chief attraction, a holy and traditional cremation on the banks of the Bharathappuzha river in Palakkad district. The applicant is then given a registration card that ensures he gets the desired cremation.

Ramesh Korappath, head of the Aivar Madham Development Trust, says, “Thousands of dead people are cremated here — about 50 every day. But the facilities are totally inadequate. We also hope to improve the amenities with the income.”

Balagangadharanath Swami Among Padma Awardees


Source: www.daijiworld.com
BANGALORE, INDIA, January 26, 2010: Eminent doctors, scientists, head of a religious math and a theatre exponent among others from Karnataka were included in the list of Padma awards announced on Monday.

Among the awardees is Balagangadharanath Swami, pontiff of Adichunchanagiri Mutt in Mandya district. The mutt has been into many social service including disseminating education to masses

The list also included: Arundhati Nag, Dr Ramana Rao, Prof. M. R. Satyanarayana Rao and Dr. Vijayalakshmi Ravindranath.

[HPI adds: The Padma awards are given for exceptional and distinguished service in any field. After approval by the Home Minister, Prime Minister and President, the awards are announced on the eve of Republic Day.]

President Obama Praises Hindu Americans For Service


Source: www.mynews.in
WASHINGTON, D.C., USA, January 26, 2010: Joshua DuBois, executive director of the White House Office of Faith-Based and Neighborhood Partnerships and Special Assistant to President Barack Obama, has lauded Hindu Americans for promoting inter-faith dialogue and cooperation through service in the United States.

In an exclusive interaction with the Hindu American community, 26-year-old DuBois — a political strategist and Pentecostal minister — said his office has been tasked with some special projects by the president in his first term in office, one of which was “promoting inter-faith dialogue and cooperation both here at home and across the globe, especially cooperation through service.”

“And, on that point, we have been really honored and amazed at the great work that many Hindu Americans and broader dharmic organizations have done around service on the ‘Summer of Service’ campaign,” he said.

DuBois said, “These were just tremendous work done by over 118 sewa centers and temples and ashrams and other organizations all across the country, completing over 1,300 sewa projects, and we took note of that and want to make sure that we are working to engage your community to do that even more.”

At the outset of his welcoming remarks, he said: “The President and this administration have been very intentional and very serious about engaging the dharmic community over the course of the first year in office and we are honored to connect with the Hindu American community.”

100 Tokoh Deklarasikan Dewan Antar-agama


Jakarta,(Analisa), 29 Januari 2010 - Sebanyak 100 tokoh organisasi agama dari Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Budha dan Konhucu serta dua organisasi massa keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di Jakarta, Kamis (28/1), mendeklarasikan Dewan Antar-agama Indonesia (Inter Religious Council Indonesia/IRCI).

Misi dana IRCI adalah untuk mengembangkan keharmonisan kehidupan dan membangun kerjasama antar-pemeluk agama. Inisiator pembentukan IRCI Prof Dr Din Syamsuddin, mengatakan, sebenarnya kebersamaan antar-tokoh agama di Indonesia sudah lama terjalin. “Pembentukan IRCI merupakan tindak lanjut untuk mendorong langkah kebersamaan yang sudah ada selama ini,” ujarnya.

Untuk sementara, anggota IRCI terdiri atas tokoh-tokoh organisasi keagamaan masing-masing agama belum memasukkan tokoh-tokoh dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun ormas-ormas maan. “Dalam perjalanannya nanti akan diperluas mengakomodasi elemen-elemen lain, seperti ormas ataupun LSM lintas agama agar menjadi komprehensif,” ujarnya.

IRCI, tambah Din, merupakan kesepakatan bersama antar-tokoh agama dari kebersamaan yang selama sudah terjalin. “Ini sebagai dorongan agar Indonesia lebih maju dalam membangun dengan mengedepankan moral dan etika,” tambahnya.

Sebelum kegiatan deklarasi dilakukan, para tokoh agama dan undangan dihibur oleh atraksi barongsai dari kelompok Kong Ha Hong Lion Dance Jakarta. KH Slamet Efendi Yusuf membacakan deklarasi didampingi sejumlah anggota dewan eksekutif.

Organisasi IRCI terdiri atas Dewan Penasehat: Ahmad Syafii Maarif, KH Hasyim Muzadi, I Made Gde Erata, Kardinal J Darmaatmaja, Dutavira Maha Stavira, KH Nazri Adlani, Pdt SAE Nababan dan XS Tjhie Tjay Ing.

Dewan Eksekutif: Andreas Yewangoe, Budi S Tanuwibowo, Din Syamsuddin, Masykuri Abdillah, Mgr Martinus Situmorang, Philip K Wijaya, S Udayana, Abdul Mukti, Abdul Wahid Maktub, Benny Susetyo, Gomar Goeltom, KS Asrana, Rusli Tan, Manager Nasution dan Uung Sendana. IRCI juga dilengkapi dewan penyantun dan dewan pakar.

Kamis, 28 Januari 2010

Thousands of Devotees Expected for “Cavadee” Festival


Source: www.clicanoo.com
REUNION ISLAND, January 25, 2010: The ten-day celebration of the festival called Tai Poussam Cavadee (commonly spelled as Thai Pusam Kavadi in English, a celebration of God Murugan) has begun at the Hindu temples in Saint-Andre and Saint-Louis on Reunion Island, located 120 mile southwest of Mauritius in the Indian Ocean.

Cavadee is celebrated each year by the Tamil community here when hundreds of penitents participate in the religious processions. Ten thousand people are expected to worship this year at the Petit Bazar temple in Saint-Andre on Tai Poussam day, Friday, January 29. Last year nearly 900 faithful carried cavadee, the most to date.

Over 100 Hindu Religious Heads Meet at the Dharma Acharya Sabha


Source: www.hindujagruti.org
HYDERABAD, INDIA, January 10, 2010: The Dharma Acharya Sabha’s fourth meeting took place in Hydrabad. When announcing the 2010 meeting date, the organizer of Acharya Sabha, H.H. Swami Dayanand Saraswathi, said “Religious heads recognize that Hindu religion is sacred and ancient. But we still have a long way to go in getting our rights back as a majority religion in India.”

The Sabha is the largest gathering of Dharma Acharyas of the Country concerning all Hindu Sampradayas. It was formed in 2003, to represents many leaders of Hindu religion working together. Since its first meeting in Chennai, the group had met twice more in Mumbai (2005) and Bangalore (2008), bringing together Mathadhipathis, Dharmacharyas, Mahamandaleshwars, Adheenamkartars and leaders of other sampradayas.

The declared topics of the 2010 meeting were, initially:


* How to attain the Right to Religion consistent with the “UN 2008 Faith in Human Rights Resolution.”

* Removing the meddling role of secular government in running Hindu temples
* A Common Civil Code in India, to ensure human rights for all, irrespective of caste, creed or religion.

* A ban on cow slaughter



These are some of the results of the Sabha, as reported http://www.expressbuzz.com/edition/story.aspx?Title=Sabha+resolves+to+abolish+child+marriages&artid=egnwHbeNVIw=&SectionID=e7uPP4%7CpSiw=&MainSectionID=fyV9T2jIa4A=&SectionName=EH8HilNJ2uYAot5nzqumeA==&SEO=

The Hindu Dharma Acharya Sabha called upon its members to do away with outdated and harmful practices, such as ill-treatment of women and dowry harassment. On the concluding day of the Sabha, the members have adopted a resolution to abolish child marriage, mass killing of animals and casteist approach in family and social contexts.

Perayaan Nyepi, Ogoh-Ogoh Tak Boleh Bernuansa Politik


Radar Bali, 28 Januari 2010 - Nyepi tahun ini di Kota Denpasar ada aturan khusus untuk ogoh-ogoh. Yang berbau politis, menyangkut atribut calon wali kota dilarang. Yang nekat pun siap didiskualifikasi saat lomba.

Seperti yang sudah-sudah, setiap kali menyambut tahun baru Caka, Pemkot Denpasar membuat perlombaan, kreativitas anak-anak muda dalam membuat seni patung berbahan kertas dan bambu alias ogoh-ogoh. Acara yang sempat jadi kontroversi waktu pemilu ini seakan sudah mentradisi dan disambut antusias, bahkan seantero Bali. Tak cuma Denpasar.

Untuk Denpasar, dalam pembuatan ogh-ogoh tersebut setiap perkumpulan muda-mudi atau sekaa teruna-teruni (STT) mendapat bantuan dana sebesar Rp 3,5 juta. Tapi, dengan syarat sebelumnya harus mengajukan proposal terlebih dulu.

Bila proposal yang diajukan terealisasi, STT tidak harus membuat ogoh-ogoh. Tapi dana tersebut dapat juga digunakan untuk pembuatan hal yang lain, seperti layang-layang dan sebagainya. Dana ini diberikan untuk, membangun kreativitas kaum muda di Kota Denpasar.

Ogoh-ogoh diharapkan menjadi ikon Kota Denpasar itu sendiri. Erwin Suryadharma Sena, Kabag Humas Pemkot Denpasar kemarin (27/1) memaparkan bahwa ogoh-ogoh yang dibuat harus memenuhi beberapa syarat. Di antaranya ogoh-ogoh yang dibuat tidak boleh berhubungan atau menyangkut dengan nuansa politik, dengan alasan menjelang perhelatan pemilu.

"Ogoh-ogoh dibuat tidak boleh bernuansa politik," ungkap Erwin kemarin. Syarat ini dibuat agar tidak terjadi kesalahpahaman yang timbul di masyarakat. "Apapun jenis ogoh-ogoh yang terbuat melambangkan logo partai, calon dalam pilkada itu dipastikan gugur," imbuhnya.

Selain dilarang bermuatan politik, ogoh-ogoh juga tidak boleh menggambarkan nuansa pornografi, harus sesuai dengan nilai-nilai budaya Bali, berukuran tidak lebih dari 4,5 meter. Tak cuma urusan tema patung, ogoh-ogoh ini juga diwajibkan diikuti dengan tarian dan yang mengusung maksimal 60 orang.

Setiap kecamatan diambil enam ogoh-ogoh terbaik yang akan diikutkan dalam parade mengelilingi Lapangan Puputan Badung. Ini dijadwalkan berlangsung 14 Maret yang akan datang, satu hari sebelum Tahun Baru Caka.

Kontes ogoh-ogoh, sejauh ini memang acapkali memunculkan tema aneh-aneh. Dari ogoh-ogoh teroris Amrozi, pedangdut Inul Daratista, rocker mebasa Bali Nano Biroe hingga ogoh-ogoh punk pun ada.

Rabu, 27 Januari 2010

Menag Minta MK Tunda Sidang Gugatan Kebebasan Beragama


Jakarta, (ANTARA News), 26 Januari 2010 - Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengaku telah minta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menunda sidang gugatan kekebasan beragama dari satu kelompok, yang semula dijadwalkan pada Januari diundur hingga medio Februari 2010.

Pernyataan tersebut dikemukakan Menag pada acara peletakan batu pertama pembangunan kantor PBNU II di Jakarta, Selasa. Ia menjelaskan bahwa kementerian agama dan kementrian Hukum dan HAM telah minta MK untuk menunda sidang gugatan kebebasan beragama.

Ini dimaksudkan untuk konsolidasi menghadapi gugatan tersebut, katanya.

Ia menjelaskan, di Indonesia dewasa ini ada enam agama yang diakui: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Keberadaan keenam agama yang di kementerian agama memiliki Bimasnya masing-masing, dianggap sebagai diskriminatif.

Kelompok yang menggugat ini mengajukan uji kewenangan dan materi perundang-undangan ke MK. Mereka minta agar hal itu ditiadakan dan dibongkar, kata Suryadharma Ali.

Jika kelompok itu memenangkan perkaranya di MK, Menang mengatakan, jelas tak salah dikemudian hari akan muncul nabi-nabi baru. Demikian pula ajaran Eden seperti yang muncul di Cirebon baru-baru ini akan cepat berkembang.

"Bisa jadi nanti di Indonesia bisa lahir 100 agama," katanya.

Dewasa ini, lanjut Menag, muncul suara "nyaring" dari kelompok kecil yang menyuarakan kekebasan agama. Sementara dari kelompok organisasi Islam terbesar, tak bersuara bahkan lebih banyak diam.(*)

Featured Temple: Thiruketheeswaram, Sri Lanka


Source: www.asiantribune.com
COLOMBO, SRI LANKA: January 15, 2009: Thirukethieswaram, an ancient temple in Manthottarmam, in Mannar District,is about seven miles north of the Mannar Town. According to legend, it was at this ancient temple that Kethu Bhagavan worshipped Lord Easwaram (Shiva). Hence the shrine acquired the name of Thiruthieswaram. Iravana’s father-in-law Mayan built the temple at Thirukethieswaram north of Mannar. This temple dedicated to the worship of the God Siva has been most venerated for centuries and the holy waters of the Palavi Tank by its side are venerated in the sacred hymns of two great Saivite Saints, Thirugnana Sambandhar and Sundarar. This is one of the five main kovils scattered around the country dedicated to God Siva.

Sri Lanka President Mahinda Rajapaksha has declared Thirukethieswaram as a Sacred City for Hindus.This was the first time that an area where an old Hindu Temple is located has been declared a sacred city in Sri Lanka.

Earlier this month, Hindus met Basil Rajapaksha, Senior Advisor to President Mahinda Rajapaksha and the Chairman of the Presidental Task Force for Northern Development and brought to his notice the desolate condition of one of the oldest historical Hindu Temples, Thirukethieswaram. Subsequently he visited the Thirukethieswaram Temple and saw for himself the plight of the temple, allocating Rs500million (US$4.3 million) for its restoration.

Ganga Water, A Commodity


Source: timesofindia.indiatimes.com
INDIA, January 17 2010: With an expected price of US$1 per bottle, the negotiation of Ganga water is underway. In place of buying the ubiquitous white plastic cans of 5 liters and filling it with Gangajal yourself, expect to buy branded cans of the holy water.

Until now, a couple of offers from private companies are pending with the government for permission, planning a large-scale operation. Stopping the go-ahead are calculations of revenues the government can make from it, and concerns that water will be overdrawn beyond permissible limits.

However, there is a collective ethical doubt, to what extent the practice of selling Gangajal would be righteous.

Pandits Re-open Temple in Srinagar After 21 Years


Source: epaper.kashmirtimes.com
SRINAGAR, INDIA, Junuary 21 2010: After 21 years, the occasion of historical temple at Kralkhud in the heart of Srinagar city was re-opened. In early 1990s, most of the temples were closed as Pandits migrated from the valley.

On the day of holy “month of Maagh” the re-opening of the temple was attended by a large number of pandit families including some families from Jammu had reached the temple to participate in special prayers. The Pandit families commented that they are feeling extremely happy over offering religious obligations in peaceful environment. “I returned to Kashmir after 19 years and everything has changed here. However, by the support of the Muslim community here, our property is preserved,” said Dr T.N.Ganjoo, chairman of the Kashmiri Pandit Sangarash Samiti.

The Pandit families living here urged the migrant families residing in Jammu to return since Kashmir is safe for them and they can move everywhere here in Srinagar. “The occasion helps us to meet with our old Muslim friends here. We shared sorrow and happiness for 20 years, which cannot be shared with people at Jammu. We have common culture and tradition. In Jammu we are simply migrants. We are desperate to return,” said a Pandit youth Ravi Krishan.

Special prayers were held today for the peace and normalcy in Kashmir valley, in which devotees from all over the valley participated. The Samiti members said that around 600 temples in different parts of Kashmir valley are still closed and they are hopeful that these temples will also be opened with the cooperation of the Muslim community.

However, a political issue hang over the celebrations. Kashmiri Pandits pleaded to be in the prime minister’s special employment package for migrants.

“We have decided to go on hunger strike from February 15, to register our protest against the government decision for not including Kashmiri Pandits in the employment package of 6,000 migrants, announced by the prime minister recently” said Sanjay K. Tickoo, president of the Kashmiri Pandit Sangharsh Samiti. “Both the state and central governments are penalizing the Kashmiri Pandits for not migrating from the Kashmir valley.”

Senin, 25 Januari 2010

Everything You Ever Needed to Know About the Kumbha Mela


Source: www.kumbh2010haridwar.gov.in
NEW DELHI, INDIA, January 22, 2010: Whether you are just curious about the Kumbha Mela, or plan to attend, this very large and inclusive website is a wealth of information. An on-going slideshow in the center of the page is a colorful jumping off point. A series of photos highlight the four locations where the Melas occur, define Sanskrit words and give a short synopsis of the origin of the largest gathering of people for religious purpose anywhere on our planet.

If you’re one of the millions of pilgrims, you will find detailed instructions on the bathing ghats, the auspicious bathing dates and a map to show you how to get there. If you’re looking for a place to stay, names, addresses, phone numbers, number of rooms and beds are listed in detail for ashrams, dharmasalas, hotels and lodges in Rishikesh and Haridwar. Public service information such as police, hospitals, help lines, phone books and email directories are also available.

Whether you are the pilgrim or just a curious spectator, do not miss viewing the photo and video galleries. They are an inspiring chronicle of the millions who have traveled from far and near to worship the divinity within.

Hindus in Philadelphia Honor Martin Luther King


Source: www.phillyburbs.com
PHILADELPHIA, UNITED STATES, January 20, 2010: The BAPS Swaminarayan Temple of Middletown joined in a weeklong celebration of unity, reflecting on the life of Martin Luther King Jr. Sisters of the Blessed Sacrament sat before the statue of the Hindu god Ganesha, the monsignor of a Roman Catholic Church politely accepted the ceremonial flames of arati, as a collage of faiths - Buddhists, Christians and Jews - gathered to commemorate the life of Martin Luther King.

Some may see Hinduism and a civil rights leader from America to be a strange pairing. But there are strong ties of similarities between the non-violent protests tactics of King and Mahatma Gandhi. “King was a teacher who saw great value in using the tactics of Mahatma Gandhi in overcoming the unjust laws of segregation,” said temple member Susketu Patel. Gandhi used non-violent protests to get the British out of India.

Yoga Courses Reduce Jail Time


Source: news.bbc.co.uk
MADHYA PRADESH, INDIA, January 22, 2010: For every three months spent practicing yoga postures, balance and breathing exercises, the prisoners in the state of Madhya Pradesh can cut their jail time by 15 days. Authorities say the lessons help to improve the prisoners’ self-control and reduces their aggression.

Some 4,000 inmates across the state are benefiting from the program, and many go on to become yoga instructors. The state’s inspector general of prisons, Sanjay Mane, said, “Yoga is good for maintaining fitness, calming the behavior, controlling anger and reducing stress. “When a prisoner attends yoga sessions and fulfills some other conditions, he will be considered for a remission if his jail superintendent recommends his case.” Prisoners can also gain credit for attending adult literacy courses or studying for degrees.

Menyaksikan Kegaiban Ilmu Kebatinan Perguruan Sandhi Murti Pimpinan I Gusti Ngurah Harta

Istirahat 15 Tahun, Siapkan Diri Berubah Jadi Sepeda Motor

Energi biolistrik dan kekuatan api memang bisa dibangkitkan dari dalam tubuh. Hanya saja tidak semua orang bisa melakukannya. Namun, mereka yang tekun melatih pernapasan dengan dasar ilmu kebatinan diyakini pasti bisa. Tapi mengapa Ngurah Harta tiba-tiba saja mempertujukkan "kedigdayaannya" itu kepada umum?

---

RADAR BALI, 25 Januari 2010 – Setelah lampu menyala pun banyak hadirin masih tertegun. Seolah mereka belum tersadar bahwa apa yang disaksikannya sudah usai. Hadirin baru saling tanya setelah Ngurah Harta dan Valeria beranjak dan mengajak kembali duduk lesehan sambil diskusi. Tubuh Ngurah Harta yang hanya dililit kain poleng masih tampak bermandi peluh. Banyak pengunjung yang berkerumun mendekati kameramen televise untuk melihat bara merah delima yang sempat menyala di kegelapan.

Menurut Ngurah Harta, ilmu pengetahuan telah mengajarkan bahwa lampu bisa menyala akibat gesekan energi negatif dan positif. Pun demikian kekuatan api dalam tubuh. "Kalau ditanya mengapa lampu neon bisa menyala di telapak tangan, Anda juga bisa saksikan fenomena petir yang sering terlihat di musim hujan," ungkap Turah -sapaan Ngurah Harta, sambil menunjuk ke langit. Demikianlah tubuh juga bisa menghasilkan energi listrik dan aura cahaya yang luar biasa.

Sebenarnya urai dia, Thomas Alfa Edison sang penemu listrik adalah orang yang mampu mengaktulisaikan fenomena ini dalam bentuk temuan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk teknologi kelistrikan. Padahal para Rsi dan Empu di zaman kerajaan nusantara ini juga telah memiliki kemampuan yang dahsyat belajar pada rahasia langit dan menekuni kebatinan. Bahkan disebutkan sebelum Edison mengumumkan temuannya. Kekuatan makro kosmis bisa dihasilkan dari alam. Sedang mikro kosmis dapat lahir dari sumber energi dalam tubuh. Pertujukan itu merupakan kesempatan langka bagi kaum awam khususnya mereka yang belum paham ilmu kebatinan. Ngurah Harta pun mengakui hal itu. "Ya memang ini kesempatan pertama setelah tiang 15 tahunan istirahat," ungkap sosok yang rumahnya pernah menjadi tempat perlindungan awak redaksi Majalah Playboy Indonesia dari serbuan kelompok radikal Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Rizieq, beberapa tahun lalu ini.

Beberapa muridnya juga membenarkan hal itu. "Ini Turahnya tumben memperlihatkan wisesa-nya (kedigdayaan)," sela seseorang di tengah kerumunan. Ketekunan dan konsistensinya membina ilmu kebatinan yang dipimpinnya, ternyata telah menyebar keseantero jagat planet ini. Hingga saat ini sudah puluhan murid-murid Ngurah Harta dari berbagai belahan dunia. Baik dari daratan Asia, Eropa dan Amerika. Salah seorang muridnya yang disebut paling rajin menekuni kebatinan di perguraun Sandhi Murti ini adalah Valeria Petkova. Wanita ini adalah mahasiswa pasca sarjana di Bulgaria. Dia mengaku dating jauh-jauh dari Bulgaria karena penasaran ingin mendalami ilmu kebatinan versi Ngurah Harta.

Valeria sendiri mengaku bergabung dengan Perguruan Sandhi Murti sejak Maret 2009 lalu. Katanya, dia diperkenalkan oleh teman-temannya tentang Sandhi Murti. Kebetulan Valeria adalah mahasiswa yang tengah menekuni ilmu saraf dan psikologi. Valeria menjelaskan, masyarakat Bulgaria dan Eropa umumnya lebih pragmatis dan kurang percaya hal-hal yang mistis dan magis. Valeria mengaku hanya menempelkan telapak tangannya ke lampu neon yang kemudian menyala layaknya listrik itu.

"Saya merasa seperti kena setrum saat neon itu menyala," terang Valeria. Itu menurutnya, menjadi fakta betapa ilmu kebatinan itu terbukti mampu menghasilkan energi yang luar biasa. Karena itulah dirinya bersemangat untuk mendalami bersama teman-teman dari luar negeri lainnya.

Pertujukan itu merupakan kesempatan langka bagi kaum awam khususnya mereka yang belum paham ilmu kebatinan. Ngurah Harta pun mengakui hal itu. "Ya memang ini kesempatan pertama setelah tiang 15 tahunan istirahat," ungkap sosok yang rumahnya pernah menjadi tempat perlindungan awak redaksi Majalah Playboy Indonesia dari serbuan kelompok radikal Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Riziq, beberapa tahun lalu, ini. Beberapa muridnya juga membenarkan hal itu. "Ini Turahnya tumben memperlihatkan kewisesan-nya (kedigdayaan)," sela seseorang di tengah kerumunan..

Ketekunan dan konsistensinya membina ilmu kebatinan yang dipimpinnya, ternyata telah menyebar keseantero jagat planet ini. Hingga saat ini sudah puluhan murid-murid Ngurah Harta dari berbagai belahan dunia. Baik dari daratan Asia, Eropa dan Amerika. Salah seorang muridnya yang disebut paling rajin menekuni kebatinan di perguraun Sandhi Murti ini adalah Valeria Petkova. Wanita ini adalah mahasiswa yang saat ini studi di bidang neuroscience untuk gelar PhD di Karolinska Institute, Swedia.

Dia mengaku datang jauh-jauh dari Bulgaria karena penasaran ingin mendalami ilmu kebatinan versi Ngurah Harta, berkaitan pula dengan studi yang sedang ditekuninya. Beberapa sumber menyebut, dasar ajaran kebatinan yang dianut Ngurah Harta adalah dari kitab Kanda Pat, mirip pergurian kebatinan Dharma Murti, pimpinan Pan Putu. Sumber lain menyebut, kitab Kanda Pat dan kidung Sebun Bangkung merupakan himpunan ajaran kebatinan Dang Hyang Nirartha, dimasa silam. Empu Nirartha memang dikenal sebagai sosok orang sakti. Konon, bau badannya harum, selain balian (penyembuh) mumpuni. Bahkan disebut-sebut mampu "menghidupkan" kembali orang mati. Itu sebabnya tokoh ini dijuluki Pedanda Sakti Wau Rauh atau sang pendeta sakti yang baru datang.

Valeria sendiri mengaku bergabung dengan Perguruan Sandhi Murti sejak Maret 2009 lalu. Katanya, dia diperkenalkan oleh teman-temannya tentang Sandhi Murti. Kebetulan Valeria adalah mahasiswa yang tengah menekuni ilmu saraf ini. Valeria menjelaskan, misteri medan energi dalam tubuh manusia menarik untuk diteliti.

Meski begitu, lagi-lagi Ngurah Harta selaku pimpinan perguruan menekankan, bahwa apa yang dilakukannya Rabu malam itu hanyalah refreshing dan hiburan karena terlalu banyaknya persoalan serius melanda negeri, termasuk di Bali. Seperti blunder kasus bank Century dan memanasnya tensi politik di Tabanan. Tapi mengapa mendadak memilih malam itu untuk mempertunjukkan kemampuan itu?. "Sebenarnya kan karena menjelang kajeng kliwon," jawab Ngurah Harta, sambil tersenyum.

Toh demikian Ngurah Harta akan membuat pertunjukan yang lebih serius lagi dari sekadar hiburan itu. "Nanti tiang coba menjadi sepeda motor seperti Harley Davidson," janjinya. Kapan itu?. "Nanti tiang kabarkan lagi," tukasnya, singkat. Namun catatnya, pertunjukan yang serius nanti bertujuan untuk kegiatan sosial dan kemanusian. Misalnya, dikarciskan yang hasilnya bisa untuk membantu masyarakat yang tengah kesusahan atau dilanda bencana.

(M. RIDWAN, Denpasar)

Warga Jakarta Tertarik Candi Prambanan


Yogyakarta (ANTARA News), 24 Januari 2010 - Pameran Candi Prambanan dan Candi Sewu yang digelar di gedung Bentara Budaya Jakarta, sejak 15 hingga 24 Januari, dinilai berhasil menarik perhatian sebagian warga ibu kota.

Kegiatan pameran yang bertema `Menjaga Warisan Umat Manusia` itu diselenggarakan bersama PT.Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko (PT TWCBPRB) dan Direktorat Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

"Pameran peninggalan purbakala Candi Prambanan tampaknya menarik minat warga Jakarta untuk mengenal lebih dekat tentang warisan budaya nenek moyang ini," kata Kasubdit Registrasi dan Penetapan Direktorat Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Koos Siti Rochmani kepada sejumlah wartawan peserta "press tour" PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko (PT TWCBPRB) Yogyakarta, di Jakarta, 17 Januari lalu.

Di hadapan rombongan wartawan Yogyakarta yang mengunjungi pameran tersebut, Siti mengatakan pengunjung pameran ini tampak antusias.

Menurut dia, pengunjung memberikan apresiasi yang cukup baik, dan mereka tampak bersemangat dan penuh perhatian saat melihat sejumlah benda cagar budaya Candi Prambanan dan Candi Sewu yang dipamerkan.

Dalam pameran ini juga dipajang sejumlah foto ukuran besar mengenai pemugaran Candi Prambanan dan Candi Sewu setelah terguncang gempa bumi 27 Mei 2006.

Ia mengatakan pada pameran yang diselenggarakan Direktorat Peninggalan Purbakala Kementerian Budpar bekerja sama dengan PT TWCBPR Yogyakarta dan Kompas Gramedia itu, juga diputar film tentang pemugaran Candi Prambanan setelah mengalami kerusakan akibat gempa.

Menurut Siti, melalui pameran ini diharapkan bisa mengenalkan lebih dekat benda-benda purbakala terutama Candi Prambanan yang telah diakui sebagai warisan cagar budaya dunia kepada masyarakat.

"Pameran ini juga bertujuan menyosialisasikan benda-benda cagar budaya milik Indonesia," kata Siti yang juga ketua pelaksana pameran itu.

Dalam pameran tersebut, kata dia, juga dikenalkan kepada masyarakat mengenai keberadaan Candi Sewu yang lokasinya tidak jauh dari Candi Prambanan.

"Selama ini masyarakat hanya mengenal Candi Prambanan, sehingga melalui pameran ini diharapkan masyarakat juga mengenal Candi Sewu," katanya.

Ia mengatakan melalui pameran itu, juga diharapkan akan terbangun apresiasi masyarakat dalam upaya pelestarian benda cagar budaya. "Sebab, melestarikan benda cagar budaya merupakan kewajiban bersama Bangsa Indonesia," katanya.

Sementara itu, Humas PT TWCBPRB Yogyakarta Aryono mengatakan pameran ini sekaligus menjadi ajang promosi objek wisata yang dikelola pihaknya, yaitu Candi Borobudur, Prambanan dan Candi Ratu Boko.

"Kami ingin mendekatkan objek wisata Candi Prambanan tersebut dengan masyarakat Jakarta melalui pameran ini," katanya.

Menurut dia, pameran dengan menampilkan benda-benda purbakala Candi Prambanan dan Candi Sewu itu merupakan yang pertama digelar di luar Yogyakarta.

Ia mengatakan melalui pameran ini pihaknya ingin menginformasikan kepada masyarakat bahwa Candi Prambanan setelah dipugar pascagempa 27 Mei 2006, saat ini sudah dapat dikunjungi wisatawan dari jarak dekat, atau pengunjung bisa masuk ke kompleks bangunan candi.

"Kami tidak hanya mengelola candi, tetapi kami ikut merawat bangunan candi agar bertahan lama, tidak rusak, dan dapat dilestarikan sebagai warisan budaya nenek moyang bangsa ini," kata Aryono.


Warisan Budaya Dunia

Direktur Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Junus Satrio Atmodjo mengatakan Indonesia saat ini sudah memiliki tiga situs warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO, yaitu Kompleks Candi Borobudur, Kompleks Candi Prambanan, dan Situs Manusia Purba Sangiran.

Untuk mensosialisasikan situs tersebut kepada masyarakat maka pihaknya menyelenggarakan pameran yang mengangkat salah satu situs warisan budaya dunia, yaitu Gugusan Percandian Prambanan yang meliputi Kompleks Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Lumbung dan Candi Bubrah..

Sejak ditemukan, Candi Prambanan dan Candi Sewu sudah mengalami pemugaran sehingga bisa berdiri megah dan menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Namun gempa bumi pada 2006 telah memporakprandakan bangunan candi dalam kompleks tersebut.

"Dengan berbagai dukungan baik dari dalam negeri maupun luar negeri, upaya pemulihan Candi Prambanan dan Candi Sewu berhasil diselesaikan. Walaupun belesai selesai seluruhnya , namun beberapa bangunan candi sudah diresmikan yaitu Candi Brahma, Wisnu dan Garuda," katanya.

Ia mengatakan bahwa belajar pada kondisi alam dan lingkungan serta munculnya berbagai ancaman terhadap candi Prambanan dan Candi Sewu, perlu dibangun apresiasi masyarakat dalam pelestariann benda cagar budaya. Karena pada dasarnya pelestarian tanggung jawab bersama antara masyarakat, swasta dan pemerintah.

"Harapan kami melalui pameran bertema `Menjaga Warisan Umat Manusia` dapat membuka perspektif semuanya dalama melaksanakan pembangunan peradaban dengan tetap berwawasan pelestarian," kata Junus Satrio Atmodjo.


Candi Hindu

Menurut Koos Siti Rochmani candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang letaknya di perbatasan wilayan provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kompleks candi ini sekitar 17 kilometer arah timur Kota Yogyakarta dan berada di pinggir jalan Yogyakarta-Solo.

Candi ini dibangun pada abad ke 9 Masehi oleh Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya terdiri atas delapan candi di halaman utama dan 224 candi perwara yang didedikasikan bagi Siva sebagai dewa tertinggi, Brahma dan Visnu.

Candi Siva terletak di bagian tengah halaman kompleks memiliki empat buah ruangan yang berisi arca Siva, Agastya, Ganesha dan Durga atau yang disebut Loro Jonggrang sesuai legenda. Pada dinding candi juga terdapat hiasan relief yang menceritakan kisah Ramayana.

"Kompleks candi Prambanan ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 1991," kata Koos Siti Rochmani. (*)

Minggu, 24 Januari 2010

Makna Patung bagi Pemimpin Negeri


Oleh W. Beratha Yasa

Dulu, sebelum tahun 1930-an, pernah terdengar dan dimuat di media massa bahwa patung (orang Bali menyebutnya togog) sangat langka keberadaannya. Leluhur atau seniman kita membuat patung hanya untuk persembahan atau yadnya untuk dilokasikan di tempat-tempat suci seperti pura, merajan, dll. Patung-patung itu tentunya disakralkan, terlebih yang berwujud pratima. Kini, patung-patung bebas diperjualbelikan.

Setelah tahun 1930-an hingga sekarang, Bali mulai dikenal di mancanegara berkat seni budayanya, alamnya yang indah dan lain sebagainya. Perlu juga diingat saat itu peranan seniman khususnya pelukis luar Bali yang beraktivitas di Bali ikut mempromosikan serta mengharumkan nama Bali lewat karya lukisnya yang dipamerkan di luar negeri seperti contoh Le Mayure, Walter Spice, Bonnet, Arie Smith, Blanco, Agus Djaya, dll. Pelukis Bali antara lain Ida Bagus Made, A.A. Gede Sobrat, I Gusti Made Deblog, dll.

Harumkan Bali

Saya punya usul, para seniman yang pernah mengharumkan nama Bali tersebut perlu juga dibuatkan patungnya dan dipajangkan di tempat-tempat strategis terutama di wilayah yang panen dolar semisal di Badung, Nusa Dua, Kuta, sampai Ubud. Para seniman juga pahlawan. Paling tidak sebagai pahlawan seni budaya (budayawan) atau pahlawan pariwisata.

Para wisatawan datang berbondong-bondong mengunjungi Bali untuk menyaksikan seni budayanya, panorama alamnya, kegiatan spiritual di pura, kegiatan para petani di sawah dan pasar tradisional. Sebagai tanda bukti atau tanda mata wisatawan ini pernah berkunjung ke Bali, mereka lalu membeli lukisan, patung, dan kerajinan seni yang lain.

Khusus hasil karya patung yang bahannya dari kayu banyak diminati oleh wisatawan. Bermunculanlah seniman patung yang kini hasil karyanya bertumpuk-tumpuk di berbagai art shop di Ubud, Kuta, dan di pasar-pasar seni yang ada. Patung yang terbuat dari bahan batu padas dan batu putih juga banyak diperjualbelikan terutama di daerah Batubulan dan Silakarang, Gianyar.

Di Bali, pada gedung-gedung kantor, sekolahan, hotel-hotel dan di sejumlah objek wisata, jika tanpa patung rasanya kurang elok. Patung tersebut ada yang disakralkan seperti patung Ganesha atau Saraswati yang sering kita jumpai di halaman sekolah dan perguruan tinggi. Patung yang hanya sebagai pajangan atau menopang keindahan kantor atau rumah tangga juga tidak sedikit ditemui karena patung-patung tersebut mudah didapat dengan harga terjangkau.

Sebagai Simbol

Warga masyarakat dan pejabat birokrat pun nampaknya sudah mulai ada yang berapresiasi atau peduli terhadap seni patung seperti contoh sepasang patung Rama dan Wibisana (bagian dari cerita Ramayana) belum lama ini telah rampung dikerjakan dan terpajang di Puspem Mangupraja Mandala Kabupaten Badung di Sempidi.

Patung yang terbuat dari beton itu berdiri megah pada jalur strategis menuju kantor Bupati. Sayang, patung tersebut tidak nampak dari jalan raya. Lantas, apa sesungguhnya makna dari patung tersebut? Sumber buku Ramayana mengatakan bahwa Rama dan Wibisana adalah simbol penegakan kebenaran (dharma). Wibisana adalah juga simbol kebijaksanaan walaupun dia hidup di lingkungan keluarga raksasa yakni adik dari Rahwana, raja Alengka.

Cuplikan dari cerita Ramayana mengisahkan terjadi perang antara Rama melawan Rahwana memperebutkan Dewi Sita. Raja Alengka yang jahat ini melarikan dan menyekap istri Rama yakni Dewi Sita yang hendak diperistri oleh Rahwana. Adik dari Rahwana yaitu Wibisana sangat benci dan tidak setuju dengan perbuatan jahat kakaknya itu. Kemudian Wibisana minggat dari kerajaan Alengka dan berlindung memihak ke raja Ayodya yakni Rama Dewa.

Singkat cerita, Rahwana kalah dan wafat dalam pertempuran dan Dewi Sita dapat diselamatkan. Atas restu Sang Rama maka Wibisana ditunjuk sebagai raja Alengka mengantikan Rahwana. Rama banyak memberikan wejangan atau petunjuk kepada Wibisana yang sebagai pemimpin (raja) di antaranya dalam ajaran agama Hindu ada disebut asta brata yaitu delapan persyaratan kepemimpinan.

Sepasang patung Kresna dan Arjuna (bagian dari cerita Mahabharata) sebaiknya juga dibuat dan dipajangkan di depan candi bentar dekat jalan raya sebelum masuk ke kantor Bupati.

Sepasang patung yang tingginya 3 meter memang pas dilokasikan di Puspem Badung. Di samping patung tersebut mencerminkan keindahan budaya Bali, juga penuh mengandung makna filsafat kehidupan, menegakkan dan membela kebenaran. Kita harapkan patung itu bukan hanya sebagai pajangan, namun semoga pemimpin di negeri ini mengikuti filsafat dari cerita pewayangan yang adiluhung itu.

Adat Dapat Menyesatkan Tanpa Dasar Kitab Suci


Oleh I Ketut Wiana

Ya veda vahyah smrtayo
saryasca kasca kudrstayah
sarvasta nisphalah pretya
tamo nistha hitah smrtah

(Manawa Dharmasastra XII,95)

Adat istiadat yang tidak berdasarkan kitab suci Veda (Sruti dan Smrti) yang disebut kudrsta tidak akan memberikan pahala mulia karena didasarkan pada kegelapan (guna tamas).

Mengamalkan ajaran suci Veda memang harus diadatkan atau dijadikan kebiasaan sehari-hari. Kebiasaan-kebiasaan hidup ajakan untuk mentradisikan ajaran Veda ini dinyatakan oleh Sarasamuscaya 260 dengan istilah Vedaabhyasa -- artinya tradisikanlah ajaran Veda tersebut.

Veda itu sabda suci Tuhan, tradisi itu dibuat oleh manusia. Veda itu kebenaran yang kekal abadi atau sanatana dharma, sedangkan penerapannya oleh manusia bersifat nutana yang artinya terus menerus diremajakan dalam metode penerapannya sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman. Dalam adat itu harus terus menerus ada proses nutana.

Mengendalikan dinamika adat tidaklah gampang. Karena itu, dalam melakukan perubahan, adat itu harus terus menerus mendapatkan tuntunan dari Hyang Widhi Wasa. Hal inilah yang menyebabkan Mpu Kuturan menganjurkan cara di setiap Desa Pakraman didirikan pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti. Pemujaan itu untuk menuntun agar umat Hindu di Desa Pakraman menjadikan ajaran tri kona itu sebagai dasar mengendalikan dinamika adat istiadat.

Ajaran tri kona adalah utpati (kreatif menciptakan sesuatu yang sepatutnya diciptakan), sthiti (berupaya untuk memelihara dan melindungi sesuatu yang sepatutnya dipelihara dan dilindungi) dan pralina artinya berusaha keras untuk menghilangkan sesuatu yang sudah usang dan amat menjadi penghalang tegaknya dharma. Ajaran tri kona inilah yang memelihara dinamika adat-istiadat Hindu agar nutana itu menjaga sanatana dharma. Artinya, dinamika adat istiadat itu justru untuk menguatkan pengamalan ajaran suci Veda.

Karena itu, dinamika adat itu hendaknya dikendalikan dengan sikap yang didasarkan pada pemahaman kitab suci yang benar. Tujuan mengadatkan ajaran suci itu agar ajaran suci itu langgeng (sanatana dharma) menjadi landasan hidup dan kehidupan di bumi ini. Hidup ini adalah proses perubahan yang terus menerus, karena itu penerapannya pun harus terus diproses dengan konsep tri kona.

Dalam kasus adat umat Hindu di Bali, banyak hal yang seharusnya dikerjakan oleh berbagai pihak. Masih banyak adat-istiadat yang belum diproses secara sadar dengan baik dan benar berdasarkan konsep sanatana dharma, nutana dan tri kona. Misalnya menyangkut kedudukan wanita, masih banyak adat yang tidak mendudukkan wanita setara dengan kaum pria. Umumnya, dalam adat di kalangan umat Hindu di Bali wanita tidak boleh menjadi ahli waris.

Pun soal kesalahpahaman tentang konsep wangsa. Wangsa adalah sistem sosial umat Hindu berdasarkan keturunan untuk menguatkan bhakti pada leluhur (dewa pitara). Konsep wangsa bukan untuk menentukan tinggi rendahnya harkat dan martabat wangsa itu. Dalam setiap wangsa ada yang berprofesi sebagai brahmana, sebagai ksatriya, vaisya dan sudra. Tinggi rendahnya harkat dan martabat seseorang ditentukan oleh perbuatannya (vrtam eva itu karanam), bukan oleh wangsa-nya maupun varna-nya.

Pun setiap varna berasal dari berbagai wangsa. Umat Hindu yang menjadi pandita berasal dari berbagai wangsa atau keturunan. Pada kenyataannya, orang yang sama keturunannya tidak sama profesi atau varna-nya. Ada yang menjadi pandita, dosen, ada pengusaha, jadi birokrat, petani, buruh, dan seterusnya.

Pada kenyataannya, antara satu profesi dan profesi yang lainnya saling membutuhkan secara sinergis. Brahmana varna membutuhkan adanya ksatriya varna. Demikian juga pada varna-varna yang lainnya. Hubungan antar-varna dalam konsep catur varna itu adalah hubungan yang setara dan horizontal. Bukan hubungan vertikal genealogis seperti pengertian orang pada kasta dewasa ini.

Untuk tidak mengacaukan kehidupan umat oleh kesalahan dalam menerapkan adat istiadat itu, hendaknya dikembalikan konsepnya pada konsep wangsa, varna dan Kasta yang ditetapkan sesuai dengan konsepnya yang benar menurut ketentuan kitab suci. Dengan demikian, semua itu agar eksistensinya sesuai dengan konsepnya yang benar.

Ada anggota krama adat yang dianggap bersalah, ketika meninggal dunia, jenazahnya tidak boleh dikubur. Ada juga pelarangan mengubur karena sebab-sebab lain. Adat ini perlu direnungkan kembali agar tidak semakin jauh dari konsep ajaran pustaka suci. Menurut Lontar Gayatri, atma atau roh orang yang meninggal disebut preta. Selama ia belum di-aben, sang preta dikuasai oleh sedahan setra di kuburan.

Sementara kalau sudah di-aben, atma atau roh itu disebut pitara -- sudah boleh kembali ke rumah asal dan berada di balai gede. Maka setiap Galungan diaturkan sodahan di balai gede. Kalau sudah diupacara atma wedana, Sang Hyang Atma sudah disebut dewa pitara. Menurut Lontar Purwa Bumi Kamula dan lontar-lontar lainnya, Sang Hyang Atma yang sudah disebut dewa pitara distanakan dengan upacara dewa pitara pratista atau ngalinggihang Dewa Hyang di palinggih Kamulan.

Di palinggih Kamulan inilah stana Sang Hyang Atma menetap, bukan di kuburan. Kuburan hanya tempat sementara. Karena itu, tidaklah tepat adat menghukum umat dilarang mengubur. Penggunaan kuburan oleh orang yang meninggal bersifat tidak permanen. Demikian juga umat Hindu punya ajaran "tat twam asi" -- wasu dewa kutumbhakam. Semua manusia bersaudara.

Di Bali juga ada adat "penanjung batu". Artinya, orang boleh mengubur di kuburan dimana yang bersangkutan tidak sebagai krama Desa Adat di Desa Pakraman tersebut dengan cara melakukan tata cara adat "penanjung batu". Dengan demikian, umat Hindu yang tidak sebagai anggota krama di suatu Desa Adat dapat melaksanakan penguburan.

Nah, adat dalam hal ini menjadi tidak menakutkan. Marilah tinggalkan adat istiadat yang sudah usang itu dan bangun adat yang berdasarkan kitab suci.

Peradah Sumut; Perayaan Thaipusam Jangan Jadi Komoditas Politik


Medan, (Analisa) - Perayaan Thaipusam sebagai salah satu kebesaran agama Hindu akhir Januari 2010 ini di Shri Mariamman Kuil Medan jangan sampai jadi komoditas politik.

Perayaan ini adalah salah satu hari suci yang disambut umat Hindu di dunia untuk menghormati Dewa Murugan atau Dewa Subramaniam. Karena itu tidak sepantasnya dimanpaatkan untuk kepentingan sekelompok orang untuk mencapai keinginan politiknya semata.

Demikian disampaikan Ketua DPP Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Sumut, K. Indra Gunawan ST kepada Analisa, Jumat (22/1). Ditegaskan Indra Gunawan, kalaupun sekiranya ada tokoh yang akan maju pada pilkada datang ke kuil terbesar kebanggaan masyarakat Sumut tersebut. Tidak akan dipersoalkan pemuda Hindu. Asalkan tidak membawa embel-embel kepentingannya itu.

“Pemuda Hindu akan melakukan protes keras kalau hal seperti itu sampai terjadi”, tegasnya. Indra yang biasa dipanggil Kuna didampingi Benrasyid Wiria, Selwa Kumar, Raja Anan dan pengurus lainnya itu mengkhawatirkan, kalau perayaan umat Hindu dikotori kepentingan politik, dapat memecah belah persatuan dan kesatuan yang selama ini telah terpelihara dengan baik.

Lagipula, ucapnya, pemuda Hindu khususnya saat ini merasa sangat kecewa, karena sebelumnya telah memberikan dukungan kepada calon kepala daerah. Tapi setelah terpilih, tidak ada komunikasi dan perhatian lagi.

Introspeksi

Oleh karena itu, diharapkan umat Hindu dapat mengintrospeksi diri untuk lebih mengutamakan kemajuan daripada lebih mengutamakan kepentingan pribadi maupun golongan. Pada kesempatan itu, Kuna juga mengharapkan kepada kuil-kuil kecil yang akan melaksanakan Thaipusam, agar jangan mudah menerima pemberian tim sukses ataupun calon kepala daerah. Sebab akan berujung pada dukungan.

“Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat umat Hindu bisa terkotak-kotak dan mengganggu persatuan dan kesatuan”, ujarnya. Kemudian diminta kepada tim sukses calon kepala daerah untuk tidak menjadikan ritual keagamaan Hindu sebagai alat kepentingan mereka, sekalipun memiliki kedekatan emosional dan pribadi dengan beberapa tokoh.

Menurut Kuna, perayaan agama mestinya jangan dijadikan alat untuk mencari dukungan suara agar terpilih sebagai kepada daerah dan lain sebagainya. ”Kalau memang ingin tampil, maka tunjukan secara sportifitas tinggi, sehingga masyarakat bisa lebih bijak dan objektif dalam menentukan pilihan terbaiknya”, jelasnya.(rmd)

Jumat, 22 Januari 2010

Kumbh: the Spirit and the Spectacle


Source: www.hindustantimes.com
HARIDWAR, INDIA, January 20, 2010: Ram Prasad slowly walks up the steps of Har-ki-pauri, one of the holiest Hindu sites on the banks of the Ganga in Haridwar, Uttarakhand. It’s the 37-year-old Mauritius citizen’s third trip to the Kumbh Mela.

“I feel quite at home here and am experiencing the kind of spiritual bliss I’ve never felt before,” says Prasad. “I’m also carrying Ganga jal (holy water) back to my home country.”

For this young professional, a visit to the Kumbh Mela is not just a trip to the land of his ancestors, it also gives him an opportunity to “connect with the people, places and culture that are our very own and that we greatly miss back home”. The sea of devotees also fascinates Prasad’s Vietnamese girlfriend, Loc, 32.

“I enjoy it (the Kumbh) more as a great sight, a grand colorful spectacle rather than feeling connected with it spiritually,” she says. David Drassalto, a 35-year-old Swiss journalist, sits on the bank, silently watching the swift currents of the Ganga — and people. The sheer scale of the festival made him come to Haridwar. “Such a unique and huge fair doesn’t happen every day,” the agnostic says with a smile.

Ketut, 35, an Indonesian Hindu homemaker, has come here with her husband to “take a holy dip in the Ganga in the hope that we attain nirvana”.
Ravindra, a Nepalese theatre artiste, draped in saffron-colored woolens and stick in hand, is here to attain nirvana too. “I’ve come here in search of a guru who can show me the path to attain nirvana,” says the 27-year-old.

A Ten Year Old Sadhu


Source: www.hindustantimes.com
UTTAR PRADESH, INDIA, January 21, 2010: He’s 10 years old, his voice hasn’t quite cracked, he can twist his nimble body into yogic postures that would impress Chinese acrobats, and when he grows up he sees himself as a sadhu or holy man. A member of the Juna Akhara, one of the prominent sadhu sects
participating in the Kumba Mela, Baba Manish Giri is firmly on the path of renunciation.

Giri is a pupil of Mahant Vedgiri at the Panch Dashnam Juna Akhara, known for its Naga Sadhus. He has been with the sect for two years since Vedgiri got him in daan (religious offering) from his family eight years ago. “My motto in life now is to serve the guru,” said Giri, adding that simple boyish pleasures like flying kites don’t excite him. “I have learned how to control my feelings and this is the first stage of being a sannyasi (monk),” he said. “I get the pleasure I would have got from flying a kite by obeying the orders of my guru.”

Holi Festivities Begin in Mathura


Source: news.oneindia.in
MATHURA, INDIA, January 21, 2010: Though people in north India are faced with a spine-chilling cold, festivities related to Holi, the festival of colors, commenced in Uttar Pradesh’s Mathura city on Wednesday. Every year Holi festivities lasting for 40 days begin here on the day of the Basant Panchami festival.

The celebrations attract a large number of domestic and foreign tourists. Celebrated in the month of Phagun (February-March) according to the Hindu calendar, Holi is the festival of colors and also marks the onset of spring. Holi brings people together from across the community and age groups as they play with colors, distribute sweets and enjoy processions, dancing to the tunes of drums in a melange of colors. The Holi festival will be celebrated on March 1 this year.

Saraswati Puja Celebrated Across India


Source: www.thaindian.com
PATNA, INDIA, January 21, 2010: On January 20 Hindus across India celebrated Saraswati Puja on the occasion of Basant Panchami, considered as one of the most auspicious days in the year for initiation of children into learning. In Patna, former Railway Minister Lalu Prasad Yadav celebrated the event with students of his alma mater. “Mainly on this day, students offer prayers to Saraswati, the goddess of knowledge and education, in schools and the colleges. In the B. N. College in Patna University in Bihar from where I have passed out, I had come specially to be the part of the celebrations here,” said Yadav.

Saraswati Puja is observed on the fifth day after the no moon night in the Hindu month of Magh. Tradition has it that children should not begin their education until the initiation ceremony is performed before Goddess Saraswati. A large number of children are initiated into learning at temples or at home in front of the murthi of Goddess Saraswati.

Kamis, 21 Januari 2010

Yoga Cuts Inflammation


Source: timesofindia.indiatimes.com
INDIA, January 12, 2010: Incorporating yoga sessions in your daily routine could lower a number of compounds in the blood and reduce the level of inflammation that normally rises because of both normal aging and stress, revealed a new study. Conducted by Ohio State University researchers, the study showed that women who routinely practiced yoga had lower amounts of the cytokine interleukin-6 (IL-6) in their blood.

IL-6 is an important part of the body’s inflammatory response and has been implicated in heart disease, stroke, type-2 diabetes, arthritis and a host of other age-related debilitating diseases.

For the study, researchers assembled a group of 50 women, age 41 on average. Ron Glaser, a co-author and a professor of molecular virology, immunology and medical genetics, said that the study has some fairly clear implications for health. “We know that inflammation plays a major role in many diseases. Yoga appears to be a simple and enjoyable way to add an intervention that might reduce risks for developing heart disease, diabetes and other age-related diseases. This is an easy thing people can do to help reduce their risks of illness,” he said.

Paryaya Festival in Udupi


Source: timesofindia.indiatimes.com
UDUPI, INDIA, January 20, 2010: This temple town, considered to be the abode of Udupi Sri Krishna, is immersed in the festive mood of Paryaya, the biennial religious ceremony where a seer from the Ashta mutt ascends the Sarvajna Peeta and takes the leadership reins of the temple from the present seer who is relinquishes his responsibility.

This year’s ascending seer to Paryaya is the Shiroor mutt holy man Laxmivara Thirtha, who is very popular because of his stand against caste discrimination. This year’s Paryaya festival has gained more importance as Karnataka chief minister B. S. Yeddyurappa will be in attendance to witness the festival.

Luxury Tents Lure High-End Tourists to Maha Kumbha Mela


Source: www.thaindian.com
HARIDWAR, INDIA, January 19, 2010: The hospitality industry in this pilgrim town is leaving no pebble unturned to lure even high-end tourists to the Maha Kumbh Mela with well-appointed luxury Swiss tents and private bathing sites on the Ganges, combining spirituality with comfort. Apart from private access to the Ganges for those auspicious dips, most of these weather-proof tented accommodations also offer services such as special prayers, havans, ayurvedic massages, foot reflexology and yoga.

Such camps do not come cheap — $100 a day for a couple in ordinary tents and as much as $300 for more luxurious accommodations that come with air-conditioning and running hot water. The camp sites at Haridwar are also offering a grand cultural evening with folk dances, bhajans and stories from Indian epics, apart from guided tours to local places of interest and even visits to Yamunotri, Gangotri, Kedarnath and Badrinath.

“Our camps can cater to 200 guests, with wellness treatments, reflexology massages and free yoga instruction,” said Thar Camps director Sandeep Shekhawat.

Rabu, 20 Januari 2010

Western Style Retirement Homes in India, A New Phenomenon


Source: www.theworld.org
NEW DELHI, INDIA, January 5, 2010: While retirement homes for the elderly are commonplace in the US, they are a new, and growing, phenomenon in India. Fountains tumble in manicured gardens. Gray haired retirees shuffle along on afternoon walks. Inside the activity center, card players pair up in the early evening. And elderly spectators gather as a ping pong rally heats up. While it may seem like a Florida retirement village with its leisurely pace, this one is located two hours south of New Delhi in the Indian state of Rajasthan. And the 600-unit complex has a few features you won’t find in Ft. Lauderdale.

Small speakers around the courtyard send soothing mantras into the night air. They are part of the mediation centers provided for the residents. For the more devout, a Hindu temple has nightly services.

Until recently, you wouldn’t find retirement communities like this one in India. This is a country where people are supposed to care for the parents who raised them. It’s part of the deal. But the terms of that deal are starting to change, says Jitender Datta. He owns a condo at the Ustav and splits his time between India and Baltimore, Maryland. A generation ago we could never think that our elders should have a separate place for retirement, but now because of the new dynamics of the country for the last 15 years, I think it’s changing, changing a lot. Even your kids, they don’t want to stay in the same city because they got a better job somewhere else. Just like in the US.

As the economy in India has taken off, so have young job seekers, moving from villages to cities and from Indian cities to capitals around the world. The new economic climate in the country has meant better paying opportunities - and more of them. But it also means late hours at the office or graveyard shift. All those changes have affected Indian families. And it’s sparked a new market for retirees in India.

New Thai Postage Stamps With Hindu Deities


Source: hinduexistence.wordpress.com
THAILAND, December 17, 2009: The Government of Thailand released remarkable new edition of stamps depicting the Hindu Deities, to the delight of local Hindus. Thailand has a strong affinity to the Hindu religion, part of the rich and colorful Thai culture.

The newly published stamps are embossed and printed with four images of Hindu Gods, namely Lord Ganesha,Lord Brahma, Lord Narayana(Phra Narai) and Lord Shiva (Phra Issuan), along with the symbol Aum.

Sculptor Creates Nadaswaram in Granite


Source: news.bbc.co.uk
TAMIL NADU, INDIA, January 18, 2010: Silpi sculptor Chinnakkannu used a single piece of hard black granite to make a nadaswaram, the classical musician instrument traditionally used in South Indian Temples as part of the worship. The artist used a single piece of hard black granite to make the instrument which is more than two feet in length and musicians say that they are amazed at how well it plays.

Chinnakkannu told the BBC that he was inspired to make the instrument by his admiration of temple art and religious sculptures across Tamil Nadu. Hailed as one the world’s loudest non-brass acoustic instruments, the nadaswaram is traditionally made from a special variety of wood and has a range of two and a half octaves - similar to the flute.

Masyarakat Lampung Timur Lestarikan Tari Legong


Pementasan tari legong dari Bali pada acara Inaugural Best of Asean Perfoming Arts: The Mosaic Archipelago di Gedung Kesenian Jakarta, Rabu (7/4). Acara ini diselenggarkan untuk memperkenalkan kekayaan budaya dan pertunjukan kesenian terbaik dari negara anggota Asean. Sebelas tarian dan pertunjukan kesenian dari berbagai provinsi di Indonesia dipentaskan pada acara ini.

SUKADANA, LAMPUNG TIMUR, KOMPAS.com, Selasa, 19 Januari 2010 - Masyarakat keturunan Bali di Desa Jembrana, Kecamatan Waway Karya, Lampung Timur, terus melestarikan seni Tari Legong yang dipentaskan setiap tahun di daerah itu.

"Warga di Desa Jembrana memiliki keanekaragaman seni budaya yang telah ada sejak zaman dahulu, dan masih tetap terjaga hingga kini," kata Bupati Lampung Timur Satono, di Desa Jembrana, Senin.

Menurut dia, dengan mengadakan pentas seni budaya Tari Legong dan lainnya, maka hak dan kebebasan memeluk agama tetap terjaga dan berjalan baik tanpa mengganggu pemeluk agama lain, dan itu akan memacu kehidupan yang harmonis. "Kekayaan seni budaya harus senantiasa dijaga, jangan sampai punah," katanya.

Pada kesempatan itu, Bupati Satono memberikan bantuan kepada sesepuh tokoh adat umat Hindu di Desa Jembrana.

"Pemerintah daerah berupaya dalam melestarikan kebudayaan yang ada di Kabupaten Lampung Timur dan diharapkan tokoh adat setempat dapat membina dan menjaga keanekaragaman seni budaya," katanya.

Bupati juga mengimbau kepada masyarakat agar jangan mudah terprovokasi yang mengakibatkan perpecahan antarsuku dan agama.

"Semoga masyarakat dapat hidup berdampingan secara damai meski memiliki banyak perbedaan, namun tetap bisa menjaga nilai persatuan dan kesatuan bangsa," katanya.

Sementara itu, kampung masyarakat Bali di Kabupaten Lampung Timur cukup banyak jumlahnya, di antaranya di Desa Rejobinangun Kecamatan Raman Utara, Desa Melaris Kecamatan Sekampung Udik, Desa Jembrana Kecamatan Waway Karya dan sejumlah kampung lainnya.

Selasa, 19 Januari 2010

Texas Board of Education Holds Hearings On Social Studies Curriculum


Source: religionclause.blogspot.com
TEXAS, USA, January 14, 2010: [HPI note: Texas and, to a lesser extent, California are the states that define the standards for what will be in school textbooks in all of America. Hindus should be well aware of this process. For wider coverage on this, including Hinduism Today's Hindu Social Studies special insights, go to this link. ]

The Texas State Board of Education yesterday held hearings on proposed revisions to the state’s social studies curriculum. A number of the 130 speakers at the hearing focused on issues of how the role of religion in American history will be taught. For example, the proposed changes include more of an emphasis on documents like the Mayflower Compact of 1620, which was written by Christian pilgrims and includes the faith-based beliefs of the founding fathers. It’s revisions like these that some believe add a slanted focus on religion and have sparked statewide controversy. News 8 here Austin and the Ft. Worth Star Telegram here report on much of the testimony.

Sue Tilis of the National Council of Jewish Women said the draft revisions do a good job of teaching the role of religion in history without advocating particular religious beliefs. Steve Green representing the Texas Freedom Network objected to increased emphasis on documents such as the Mayflower Compact of 1620 written by Christian Pilgrims. Other witnesses urged changes ranging from more emphasis on American “exceptionalism” to including discussion of Sikhism in the world history section of the curriculum standards.

At Kumbh Mela, Eclipse Shut Temple Doors


Source: www.indianexpress.com
HARDWAR, INDIA, January 16, 2010: On the banks of the Ganges, a priest sat in front of the sacred fire, a family crouched all around it. Eyes closed, they poured ghee into the fire as they waited for 3:30 p.m. when the solar eclipse would end, praying to redeem the sun from the clutches of darkness. The last annular solar eclipse at a Kumbh Mela was in 1914.

Though the temple doors were shut to keep away the negative energy from the eclipsed sun on Mauni Amavasaya, the ghats were swarming with people who came to Har-ki-Pauri, the focal point of the mela, to take a holy dip. No food, no water for the faithful during the period of the eclipse that commenced in the temple town at 11:58 am and continued till 3:12 pm.

As the eclipse set in, people sat along the ghats, beads in their hands and chanted softly. Hindus believe repenting wrongdoings on the day of the eclipse in one of the holiest places where Lord Vishnu himself walked once (hence the name Har-ki-Pauri), will cleanse them of sins.

While authorities, in a bid to promote the town as a tourist centre, have put most beggars in beggar homes, on Friday a large number of them lined up along the ghats. It is considered auspicious to give alms on the day of the eclipse.

Hampi Festival, Celebrating a Hindu Empire


Source: www.hellomagazine.com
INDIA, January 12 2010: This month, the centuries-old temples of Hampi, in southern India, are celebrating the 500th anniversary of the Vijayanagara empire with a traditional festival of folk culture and elephants, brimming with life and colour.

Every year, between the 3rd and 5th of November, the Hampi Utsav festival is celebrated. This time, it has been postponed until January 2010 to conincide with the 500th anniversary of the accession to the throne of Sri Krishna Deva Raya,the most important ruler of the Vijayanagar kingdom.

Between 1336 and 1565, this great empire spread across the whole of Southern India. Hampi is but a small village now, in the southern state of Karnataka; however, it was the epicenter of this powerful alliance of Hindu villages whose combined military efficiency stopped the advance of the Muslims, then masters of most of the north of the subcontinent. Literature and the arts flourished in the Vijayanagara empire,which became immensely rich through trade in textiles, gemstones,spices and all kinds of merchandise brought from the Indian seaports and as far afield as China.

It is in Hempi’s most well-preserved shrines the annual festival takes place, attracting thousands of visitors and pilgrams from across the southern half of the subcontient. This year, the main festive days will be the from January 27 to 29, with exhibitions of dance, theatre, music, puppet shows, fireworks and crafts,as well as horse soldiers in their imperial uniforms and processsions of decorated elephants, honoring the grandeur of the Vinayanagara empire.

Tirukural to be Introduced into Mainstream Education in Mauritius


Source: HPI
MOKA, MAURITIUS, January 16, 2010: The Chairman of the Mahatma Gandhi Institute State Secondary School, Mr R. Dwarka, informed an assembled audience at the Thiruvalluvar Day celebrations on Saturday that a module on the Tirukural of the South Indian weaver poet was to be introduced in all their academic qualifications from certificate through to degree level.

He stated that the lofty wisdom contained within its verses would broaden the horizons of any student no matter what their chosen path of study.

The Mahatma Gandhi Institute has ardently developed its educational programs to preserve the teachings of Mahatma Gandhi as well as the ancient languages and traditional arts of India, including vocal, dance and instrumental music.

The Tirukural is a classic of couplets or aphorisms authored by the Tamil saint Thiruvalluvar, considered to be one of the earliest works to focus on ethics. The poet-saint not only deals with general administration, but he also codified clear directions to mankind on how they should behave and act in social, political, religious and family circles.

Mahatma Gandhi once said, “Tirukural is a textbook of indispensable authority on moral life. The maxims of Thiruvalluvar have touched my soul.”