Rabu, 06 Januari 2010

Makna Upacara Labuh Gentuh: Harmoniskan Hubungan Manusia-Alam


Bali Post, 14 Desember 2009 - Rabu (16/12) lusa umat Hindu di Bali menggelar upacara Karya Agung Labuh Gentuh, Mendak Toya, Pakelem di Danau Batur dan di puncak Gunung Batur. Lalu apa makna upacara tersebut?

Labuh Gentuh adalah prosesi ritual tawur yang bertujuan untuk memohon keharmonisan alam. Prosesi ini menggunakan sarana upacara berupa hewan kurban atau sato. Dosen Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar, Wayan Suka Yasa dan Wayah Budiutama, mengatakan, fungsi upacara sesungguhnya mengingatkan umat agar selalu melakukan atau menjaga kelestarian alam. Dalam konteks sekala, umat dididik untuk memelihara alam seperti danau, gunung, hutan dan sumber-sumber air lainnya.

''Dalam upacara itu sejatinya ada pesan pelestarian yang mesti ditindaklanjuti dengan aksi,'' kata Budiutama dan Wayan Suka Yasa, Minggu (13/12) kemarin. Karena itu umat hendaknya terus melakukan pemeliaraan danau melalui penghijauan, jangan mengotori air danau dengan limbah, jangan menebang pohon di hutan sembarangan dan sebagainya. Dengan demikian kesucian dan kebersihan serta ketersediaan air danau tetap terjaga. Dengan tersedianya air danau, kesuburan tanah Bali akan tetap terpelihara, yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan umat.

Sementara itu, dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Ketut Wiana mengatakan, Labuh Gentuh merupakan nama banten tawur untuk upacara pacaruan dalam tingkatan madya. Labuh Gentuh maknanya sama dengan caru yang lain yakni untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam. Dalam pengertian, bahwa manusia wajib menguasai dirinya untuk menumbuhkan cinta kasih pada alam, seperti danau dan sumber air lainnya.

Hal yang sama dikatakan dosen IHDN Denpasar Prof. Ketut Subagiasta. Ia mengatakan Labuh Gentuh merupakan upaya harmonisasi alam semesta melalui pelaksanaan butha yadnya. Melalui upacara ini umat memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar terjadi kelestarian alam.

Dalam konteks Danu Kertih, diharapkan kelestarian danau tetap terpeliara, air danau selalu tersedia, suci dan bersih. Melalui upacara ini diharapkan tercipta sarwa hita atau sarwa sukerta -- semua unsur yang ada menjadi senang (hita) dan memperoleh kerahayuan (sukerta).

Melalui upacara Danu Kertih, umat memohon ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar dianugerahkan air yang cukup untuk kerahayuan jagat. Melalui prosesi ritual itu, air danau diharapkan tetap lestari dan suci. ''Upacara danu kertih, wana kertih dan segara kertih sesungguhnya merupakan bentuk-bentuk kearifan Hindu yang bertujuan untuk mencapai sukertaning palemahan yakni lestarinya alam lingkungan,'' ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar