Sabtu, 09 Januari 2010

Keunikan dan Kesakralan Tari Baris Desa Adat Batur


19 Desember 2009

Tari Baris sakral milik Desa Pakraman Batur, hanya dipentaskan ketika ada upacara yang mempersembahkan binatang kurban suku pat (hewan berkaki empat). Saat upacara Danu Kertih di Pura Segara Danu Batur, tarian ini dipentaskan sebagai pelengkap yadnya. Tarian ini sudah ada sebelum penjajahan Belanda (1926).

Pelestarian tari baris sakral milik Desa Adat Batur ini dilakukan generasi muda yang tergabung dalam Tempek Teruna Baris Desa Pakraman Batur yang sampai kini beranggotakan 239 orang. Setiap pementasannya diiringi gamelan yang ditabuhkan Tempek Jero Gambel, dengan intonasi gamelan berbeda-beda.

Tari baris sakral milik Desa Pakraman Batur yang sampai kini masih dilestarikan meliputi Baris Jojor, Baris Gede, Baris Bajra, Baris Perisi, Baris Dapdap. Selain gamelan yang berbeda-beda, atribut pakaian dan perlengkapan lain juga dipergunakan secara berbeda-beda. Begitu juga makna pementasannya.

Baris Jojor, pakaian yang dipergunakan adalah baju putih, celana putih dengan jumlah awiran kain 16. Keris yang digunakan berisikan kembang waru. Penari juga membawa tumbak dengan makna mencirikan siang dan malam. Tarian ini diiringi dengan gamelan longgor.

Baris Gede, warna bajunya merah serta celana panjang putih. Kain awiran yang dipergunakan 16 biji. Penari dalam pementasannya membawa tumbak warna merah dengan makna sebagai pencipta (hidup-mati). Diiringi intonasi gong longgor gilak. Tarian ini dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai utpeti-sthiti.

Selanjutnya, Baris Bajra menggunakan baju warna hitam dengan celana warna putih. Kain awiran yang dipergunakan juga 16 biji. Tumbak yang dipergunakan ujungnya berisikan bajra lancip, ujungnya menghadap angkasa dan ke bawah. Untuk yang ke bawah mencirikan Ibu Pertiwi. Tujuan pementasannya adalah untuk Ibu Pertiwi dan luhuring Akasa.

Untuk Baris Perisi, menggunakan baju warna merah berisikan gelang kana. Sama halnya dengan baris sakral lainnya celana panjang yang dipergunakan berwarna putih. Begitu juga dengan jumlah kain awiran sebanyak 16 biji. Bedanya, baris ini membawa tamiang dengan garis tengah 40 cm beserta senjata panah. Tamiang mencirikan sembilan arah mata angin, sedangkan panah mencirikan untuk menuju ke sembilan arah mata angin.

Sedangkan Baris Dapdap menggunakan baju warna putih dengan celana panjang mabingkep. Kain awirannya hanya berjumlah 4 biji. Penari baris ini membawa perahu yang mencirikan upacara yang telah dipersembahkan ke hadapan Ida Bhatara-Bhatari saat akan masineb.

Dane Jero Gede Batur Alitan mengakui tarian ini merupakan salah satu warisan leluhur yang disakralkan Desa Adat Batur. Pementasannya hanya dilakukan saat mengiringi upacara di Batur atau upacara persembahan binatang kurban. Tarian ini juga pernah dipentaskan pada tahun 1958 ketika Jero Gede Alitan meninggal dan tahun 1968 dan ketika Jero Gede Batur Duhuran meninggal. Pada tahun 1966 dan 1982 tarian ini juga dipentaskan di Puri Ida Dalem Klungkung ketika upacara maligia dan 1976 ketika Raja Ubud maligia. Karena kesakralannya maka hanya dipentaskan pada waktu tertentu yaitu wali di pura dan upacara yang menurut leluhur dengan patokan yadnya dengan pengorbanan binatang suku pat.
(puj/Bali Post)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar