Kamis, 25 Februari 2010
Ahli: Penodaan Agama Tidak Konkret
"Jika dinyatakan bersalah ini tidak bisa dilihat."
VIVAnews, 24 Februari 2010 - Penodaan agama seperti diatur dalam Undang-Undang (UU) Penodaan Agama dinilai tidak konkret. Sehingga, UU tersebut pun dinilai bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal ini dikatakan ahli Billah saat memberikan keterangan dalam sidang uji materiil UU Penodaan Agama di Mahkamah Konsitusi (MK), Rabu 24 Februari 2010. Billah dihadirkan pemohon uji materiil itu.
Billah menyatakan UU ini tidak secara tegas memberikan penjelaskan tentang perbuatan penodaan agama. "Jika dinyatakan bersalah ini tidak bisa dilihat," kata dia.
Dia pun menilai agama itu bukan sosok. "Agama bisa dianggap sebagai sistem kepercayaan," kata dia. Karena agama tidak nyata secara fisik, kata dia, sulit membuktikan jika ada penodaan.
Keterangan Billah itu mendapat reaksi keras dari kuasa hukum pihak terkait, Luthfi hakim. Secara tegas Lutfi mempertanyakan keterangan Billah yang menyatakan bahwa agama itu abstrak.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh beberapa lembaga dan perseorangan. Mereka adalah almarhum Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq. Sementara lembaga yang mengajukan uji materi adalah Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Perkumpulan Masyarakat Setara, Desantara Foundation, dan YLBHI.
Para pemohon berdalil beberapa pasal dalam UU ini diskriminatif. Sebab, UU ini merupakan pengutamaan terhadap enam agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu dan mengecualikan beberapa agama dan aliran keyakinan lainnya yang juga berkembang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar