Minggu, 28 Februari 2010

Gonjang-ganjing Anand Krishna (3)


Anand Krishna Dituding Sebarkan Ajaran Sesat

TEMPO Interaktif, Jakarta - Guru spiritual Anand Krishna dituding menyebarkan aliran sesat dengan meminta murid-muridnya murtad dari agama yang semula diimani pengikutnya.

Kuasa hukum Tara Pradipta Laksi, korban pelecehan Anand, Agung Mattauch mengatakan, pengikut aliran spiritual itu sering disindir jika masih menjalani rutinitas salat berjamaah. "Kalau masih salat dianggap belum sempurna, jadi disindir-sindir ada yang masih salat," ujarnya ditemui di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kamis (25/2).

Pusat meditasi milik Anand ramai menjaring pengikut usai tragedi kerusuhan Mei 1998. Agung menuturkan, banyak masyarakat tertarik karena ajaran spiritual tersebut menawarkan ketenangan batin.

"Dibikin agar antaragama tidak bentrok. Tidak ada patok agama tertentu, menurut korban di Bali, ajarannya bukan hindu, tapi kehindu-hinduan," jelasnya.

Dalam ritual yang dijalankan, juga terdapat patung Anand Krishna yang nantinya akan disembah-sembah oleh para pengikutnya. "Pelecehan hanya entry gate untuk persoalan yang lebih serius. Ini ada penodaan agama," kata Agung.

Jumlah pengikut Anand mencapai ratusan orang dengan pengikut kelas elit sekitar 30 orang. Dari jumlah tersebut juga banyak yang memiliki loyalitas tinggi dan siap menyumbang dana besar hingga ratusan miliar rupiah. "Ada doktrinasi, dari CD, litelatur yang diberikan ke pengikutnya," kata dia.

Pihaknya juga telah meminta Dewan Pertimbangan Presiden untuk intervensi dalam persoalan ini. "Hari ini kami akan menemui Watimpres," tegas Agung.


Pengacara Tara: Anand Eksploitasi Harta Muridnya

INILAH.COM, Jakarta - Tuduhan miring terhadap spiritualis Anand Krishna (54) semakin melebar. Tak hanya pelecehan seksual dan penistaan agama saja, tudingan eksploitasi harta pun dituduhkan kepadanya.

Dari sekitar ratusan pengikut Anand di Indonesia, puluhan diantaranya masuk dalam kelompok elit yayasan itu. "Fanatiknya ada 30-an orang, dia elitenya," kata Pengacara korban pelecehan seksual Anand, Tara Pradipta Laksmi (19), Agung Mattauch, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (25/2).

Berawal dari menawarkan memberikan meditasi untuk ketenangan diri dan pluralisme, lanjut Agung, Anand memanfaatkan yayasannya untuk melakukan doktrinasi bermacam-macam kejahatannya.

"Eksekutif yang menjadi murid Anand bahkan bangga jadi sopir Pak Anand," katanya.

Lebih jauh dia menjelaskan, awal mulanya ajaran Anand banyak diminati orang pasca kerusuhan Mei 1998 silam. Dia memberikan ketenangan dan pluralisme kepada muridnya

itu, pasca penjarahan dan kerusuhan saat itu.

Agung mengatakan bahwa Anand bukanlah seorang keturunan India, yang memeluk agama Hindu. "Dia kehindu-hinduan," tutupnya.

Pelapor Anand Krishna Mengadu ke Wantimpres

"Jam 16.00 akan ketemu Wantimpres. Bertemu Pak Jimly untuk jelaskan permasalahan."

VIVAnews - Tak hanya melapor ke Komisi Perempuan dan Polda Metro Jaya, para pelapor juga akan mengadukan Anand Krishna ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

"Jam 16.00 akan ketemu Wantimpres. Bertemu Pak Jimly Asshiddiqie untuk menjelaskan duduk permasalahan. Kami juga akan membawa para korban," kata pengacara pelapor, kata Agung Mattauch di Polda Metro Jaya, Kamis 25 Februari 2010.

Sebelumnya, Agung mengatakan pihaknya punya bukti baru yakni rekaman video dan buku berjudul 'Penggal Kepalamu dan Persembahkan pada Sang Murshid' karya Maya Safira Muchtar.

"Dari buku itu, murid yang baik harus rela menyerahkan diri pada gurunya. Bukti-bukti itu sudah kita serahkan pada polisi," tambah Agung.

Sementara, bukti video diduga berisi indoktrinasi di hadapan sekitar 20 orang, termasuk anak-anak di bawah umur. Video itu mengajarkan murid harus menuruti keinginan guru.

Selain dugaan pelecehan seksual, Agung mengatakan Anand Krishna diduga melecehkan agama dengan ajaran sinkretisme-nya.

"Korbannya, seorang guru di Bali berinisial TS (26). Dia tak lagi menjalankan ajaran agamanya. Sudah tidak lagi menjadi pemeluk Hindu," kata dia.

"Dikatakan Anand Krishna adalah dewa sesungguhnya," kata dia.

Sementara, Anand membantah tuduhan yang diarahkan kepadanya, termasuk soal dugaan pelecehan seksual.

"Itu tidak benar," kata dia dalam peluncuran buku Youth Challenges and Empowerment' di wantilan DPRD Bali, Kamis, 25 Februari 2010.

Anand dalam acara itu sempat menyanjung moderator, Santi Sastra.

"Saya didampingi moderator yang sangat cantik. Boleh nggak saya bilang cantik ke kamu, nanti dibilang pelecehan lagi," katanya sambil tertawa dan mendapat tepukan keras dari ratusan peserta yang hadir.

"Lalu kalau saya bilang 'I Love You Angel', apa saya juga dikatakan melakukan pelecehan," lanjut Anand.

Namun, Anand tak bisa diwawancara lebih lanjut. Para pengawalnya menghalangi wartawan yang ingin mewawancarainya.

Pengacara: Anand Diduga Melecehkan Agama

Ada dua bukti baru yang diajukan para pelapor Anand, rekaman video dan sebuah buku.

VIVAnews - Pengacara korban dugaan pelecehan seksual Anand Krishna, Agung Mattauch mengatakan bukti yang disampaikan pihaknya sudah cukup kuat untuk memanggi Anand Krishna.

"Ada saksi-saksi, ada keterangan ahli dan bukti-bukti lainnya. Ditambah ada tiga orang lagi yang melapor," kata Agung di Polda Metro Jaya, Kamis 25 Februari 2010.

Ditambahkan Agung, pihaknya juga punya buki baru yakni rekaman video dan buku berjudul 'Penggal Kepalamu dan Persembahkan pada Sang Murshid' karya Maya Safira Muchtar.

"Dari buku itu, murid yang baik harus rela menyerahkan diri pada gurunya. Bukti-bukti itu sudah kita serahkan pada polisi," tambah Agung.

Sementara, bukti video diduga berisi indoktrinasi di hadapan sekitar 20 orang, termasuk anak-anak di bawah umur. Video itu mengajarkan murid harus menuruti keinginan guru.

Selain dugaan pelecehan seksual, Agung mengatakan Anand Krishna diduga melecehkan agama dengan ajaran sinkretisme-nya.

"Korbannya, seorang guru di Bali berinisial TS (26). Dia tak lagi menjalankan ajaran agamanya. Sudah tidak lagi menjadi pemeluk Hindu," kata dia.

"Dikatakan Anand Krishna adalah dewa sesungguhnya," kata dia.

Sementara, salah satu murid Anand, Ibu Yogo juga menddatangi Polda. Dia hanya ingin memberi dukungan pada Tara dan pelapor lainnya.

"Saya murid paling pertamanya yang keluar. Saya keluar karena diejek, sudah lima tahun ikut Anand tapi masih menjalankan salat," kata dia.

Menurutnya, yang paling tahu keadaan sebenarnya adalah orang-orang yang pernah ngikutin ajarannya.

Sebelumnya, Anand membantah tuduhan yang diarahkan kepadanya, termasuk soal dugaan pelecehan seksual.

"Itu tidak benar," kata dia dalam peluncuran buku Youth Challenges and Empowerment' di wantilan DPRD Bali, Kamis, 25 Februari 2010.

Anand dalam acara itu sempat menyanjung moderator, Santi Sastra.

"Saya didampingi moderator yang sangat cantik. Boleh nggak saya bilang cantik ke kamu, nanti dibilang pelecehan lagi," katanya sambil tertawa dan mendapat tepukan keras dari ratusan peserta yang hadir.

"Lalu kalau saya bilang 'I Love You Angel', apa saya juga dikatakan melakukan pelecehan," lanjut Anand.

Anand Juga Menistakan Agama?

INILAH.COM, Jakarta - Spiritualis Anand Krishna yang dituduh melakukan pelecehan seksual, kini dituduh juga melakukan penistaan agama di Bali.

Anand yang memiliki cabang yayasan Anand Ashram di Bali, dituduh melakukan penistaan agama terhadap 2 muridnya. Dia melakukan brain wash (cuci otak) terhadap muridnya, untuk tidak mentaati ajaran agama Hindu.

"Menurut pengakuan korban, Anand mengatakan dewa sesungguhnya Anand Krishna," kata pengacara Tara, Agung Mattauch di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (25/2).

Salah satu korban penistaan agama Anand, seorang wanita berinisial Ts (26), "Mukanya mirip Tara," imbuh Agung.

Ts berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar (SD), di Tabanan, Bali. Dia, kata Agung, saat hendak menikah bahkan meminta restu Anand tapi tak diizinkan Anand. "Ts sampai declare (deklarasi) tidak akan kawin dan mengabdi pada Anand."

Bahkan korban Anand di Bali selain dicuci otak, juga mendapat perlakuan pelecehan seksual. "Laporannya lebih parah lagi, bukan hanya dipegang-pegang, tapi dipaksa nonton adegan tidak pantas," ungkap Agung.

Ts dan korban satu lagi di Bali selama ini merasa takut, mengungkap kejahatan Anand karena malu membongkar aibnya. Namun kini mereka sudah terdorong keberaniannya, setelah melihat Tara melapor ke polisi. "Mereka mau buka posko juga di Bali," kata Agung. Rasa trauma korban tersebut juga sudah terobati, melalui cara tradisional secara adat Balian.

The Underestimated Power of Physical Communication


Source: www.nytimes.com

UNITED STATES, February 22, 2010: Psychologists have long studied the grunts and winks of nonverbal communication, the vocal tones and facial expressions that carry emotion. A warm tone of voice, a hostile stare — both have the same meaning in Terre Haute or Timbuktu, and are among dozens of signals that form a universal human vocabulary. But in recent years some researchers have begun to focus on a different, often more subtle kind of wordless communication: physical contact.

Momentary touches, they say — whether an exuberant high five, a warm hand on the shoulder, or a creepy touch to the arm — can communicate an even wider range of emotion than gestures or expressions, and sometimes do so more quickly and accurately than words. “It is the first language we learn,” said Dacher Keltner, a professor of psychology at the University of California, Berkeley. It remains, he said, “our richest means of emotional expression” throughout life.

In a series of experiments led by Matthew Hertenstein, a psychologist at DePauw University in Indiana, volunteers tried to communicate a list of emotions by touching a blindfolded stranger. The participants were able to communicate eight distinct emotions, from gratitude to disgust to love, some with about 70 percent accuracy. “We used to think that touch only served to intensify communicated emotions,” Dr. Hertenstein said. Now it turns out to be “a much more differentiated signaling system than we had imagined.”

Hindu Ashram A First For Omaha


Source: www.omaha.com

OMAHA, NEBRASKA, February 21, 2010: An orthodox Hindu ashram opened Saturday in Omaha. Frank Morales, 46, its spiritual director, described it as the first of its kind in the area. The Center for Dharma Studies, 13917 P St., will offer classes on topics such as yoga, Hindu scripture and spirituality, Morales said.

The ashram is designed to be an educational resource. Its activities are open to all. Those of other faiths are not excluded, Morales said, and there will be no attempt to convert them.

“There is so much anxiety because of the economy, the wars taking place… the idea is basically to show people that, by applying spirituality in their life in a very practical way, they can begin to relieve much of the anxiety they are feeling,” he said.

Ramayana Casts Its Ancient Spell In Singapore


Source: www.nytimes.com

SINGAPORE, February 3, 2010: The Ramayana has been one of the great epic poems of Indian culture for centuries. It has also captured the imagination of many other cultures beyond its origins in India. In Southeast Asia, scenes from the Ramayana can be found in places ranging from Prambanan, a 9th-century Hindu temple compound in Yogyakarta in central Java, Indonesia, to the magnificent 12th-century Angkor Wat in Cambodia.

“Ramayana Revisited: A Tale of Love & Adventure,” an exhibition that is running at the Peranakan Museum, Singapore until Aug. 22, underlines the cross-cultural power of the popular epic.

While some of the artifacts that are shown are ancient and quite rare, like a 12th-century bronze Hanuman from the late Chola period in the Indian state of Tamil Nadu, or a 12th-to-13th century bas-relief from the state of Madhya Pradesh of a reclining image of Vishnu on cosmic snake, others — especially shadow puppets and masks — are more recent. Some have been commissioned by the museum over the past 15 years.

Ancient Hindu Temples Unearthed in Perfect Condition in Indonesia


Source: www.nytimes.com

YOGYAKARTA, INDONESIA, February 24, 2010: ILast August when the private Islamic University of Indonesia decided to build a library next to the mosque. In the two decades the university had occupied its 79-acre campus outside Yogyakarta, no temple had ever been found. But chances were high that they were around. By Dec. 11, a construction crew had already removed nearly seven feet of earth. But the soil proved unstable, and the crew decided to dig 20 inches deeper. A backhoe then struck something unusually hard. The crack the backhoe left on the temple wall would become the main sign of damage on what experts say could be the best-preserved ancient monument found in Java, a Hindu temple.

Researchers from the government’s Archaeological Office in Yogyakarta headed to the campus the next day, excavated for 35 days and eventually unearthed two 1,100-year-old small temples. “The temples are not so big, but they have features that we haven’t found in Indonesia before,” Herni Pramastuti, who runs the Archaeological Office, said, pointing to the rectangle-shaped temple, the existence of two sets of linga and yoni, and the presence of two altars.

Historians believe that Hinduism spread in Java in the fifth century, followed three centuries later by Buddhism. Kingdoms hewing to both Hindu and Buddhist beliefs flourished in Java before Islam in the 15th century. But Islam itself incorporated beliefs and ceremonies from the other two religions. Just as some unearthed temples in east Java have a Hindu upper half and a Buddhist lower half, some early mosques had roofs in the shape of Hindu temples, said Timbul Haryono, a professor of archaeology at Gadjah Mada University here and an expert on Hinduism in Southeast Asia. Early mosques faced not in Mecca’s direction, but west or east in the manner of Hindu temples.

“Things didn’t change all of a sudden,” Mr. Haryono said. “Islam was adopted through a process of acculturation.” In Indonesia’s arts, like the wayang shadow puppetry that dramatizes Hindu epics, or in people’s private lives, traces of the earlier religions survive, he said. Food, flowers and incense still accompany many funerals for Muslims, in keeping with Hindu and Buddhist traditions. “Hinduism was Indonesia’s main religion for 1,000 years,” he said, “so its influence is still strong.” “This is Indonesia,” said Suwarsono Muhammad, an official at the Islamic University. In the long history of Indonesia, we have proven that different religions can live peacefully.”

Sabtu, 27 Februari 2010

Inspiration


Whether Hindu or Muslim or Christian, whoever tries to convert, it’s wrong, not good.
Dalai Lama, speaking at the Kumbha Mela

Protecting India’s Folk Lore and Traditions


INDIA, February 16, 2010: In 1997 M.D. Muthukumaraswamy, along with 15 others including Komal Kothari, the then Director of Rajasthan Institute of Folklore started the National Folklore Support Centre (NFSC), when they observed that the country lacked a national level organization for folklore. “We knew everything about European folklore and arts but had no knowledge about our own diverse folklore heritage. There was no body that could address issues in the discipline at the national level. Our education system too imparted no knowledge about these folk forms.” It was amidst these necessities that NFSC came to be.

Today the organization, which occupies a small office space in a weathered complex on Mahatma Gandhi Road, Nungambakkam, is like an anthropologist’s treasure trove. It aims at promoting Indian folklore research, education, training, networking, and publications.

In Tamil Nadu alone, there are 534 oral epic traditions. The Ramayana and Mahabharatha are just the tip of the iceberg,” exclaims Muthukumaraswamy.

Yamuna Today Is What Thames Was 150 Years Ago


Source: www.dailypioneer.com

NEW DELHI, INDIA, February 17, 2010: The river Yamuna, having been declared dead with its water all poisonous from 22 drains from all over Delhi feeding 800 million gallons of sewage into it per day, can kill a healthy human being. It’s the rapid industrialization that is helping the inevitable pollute to the river, pointed out Robert Oates, Director, Thames Rivers Restoration Trust (TRRT), and the industrial revolution of India is 10 times that of England when it took place.

“It is not just Government’s but every citizen of Delhi’s responsibility to make sure that the river’s cleanliness is restored and its purity revived,” he said.

In a presentation, the TRRT detailed how the whole Thames river restoration project was undertaken. The Yamuna today is what London’s Thames was 150 years ago, with all its water polluted almost irrevocably. It seemed impossible to restore it to its natural state, but good governance brought life back to the river.

India Supreme Court Directive On Religious Structures


Source: www.expressbuzz.com

NEW DELHI, INDIA, February 17, 2010: The Supreme Court has directed all the State Governments and Union Territories to come out with a clear policy with regard to the demolition or regularization or relocation of religious structures in public places, public parks, play grounds, roads, etc within six weeks.

A Bench comprising Justice Dalveer Bhandari and Justice K. S.
Radhakrishnan also directed the Chief Secretaries to expressly
disclose the number of unauthorized religious structures in each
state.

Declare Nepal A Hindu State, Students Tell Government


Source: www.thehimalayantimes.com

KATHMANDU, NEPAL, February 21, 2010: The Free Students’ Union (FSU), Balmiki Campus, today demanded that Nepal be declared a Hindu state. Issuing a press statement, FSU demanded that ancient religions, norms and values of the Nepali society be preserved.

“We’ll not be able to accept secular state,” the statement said, adding that the culture of the country is not resembled through this declaration. The statement mentioned that the Hindu religion is the identity of the country and it should be protected at all cost.

The statement urged the concerned agencies to protect the national identity and to ensure the future of people living in the country. The statement further stated that the Hindu religion is the backbone of the country and demanded the concerned bodies to go for referendum to take the decision regarding the issue.

Renungan Saraswati: Cerdas dan Bijaksana


SARASWATI penting dimaknai, bukan sekadar dirayakan. Hari turunnya ilmu pengetahuan itu penting dimaknai agar umat menyadari bahwa memberi penerangan kepada sesama merupakan yadnya utama. Memberi penerangan itu bisa berbentuk peningkatan kualitas SDM melalui iptek, keterampilan dan moralitas (spiritualitas). Dengan demikian SDM kita tak hanya memiliki kecerdasan intelektual, juga berbudi luhur atau bijaksana.

Gede Rudia Adiputra mengatakan medana punia untuk kepentingan pendidikan merupakan salah satu bentuk yadnya. Sehingga, mereka yang putus sekolah bisa mengenyam pendidikan. ''Ini merupakan implementasi pelaksanaan yadnya mulia. Pemberian dana BOS kepada siswa oleh pemerintah juga salah satu bentuk pengejawantahan yadnya,'' katanya.

Mereka yang sudah mengenyam pendidikan, juga mesti terus meningkatkan pengetahuannya. Ibarat air yang terus mengalir, demikian ilmu pengetahuan terus berkembang. Karena itu jika umat tidak ingin ketinggalan iptek, mesti terus belajar.

Kata Rudia, berbakti kepada Dewi Saraswati -- manifestasi Tuhan sebagai penguasa ilmu pengetahuan, tidak cukup berhenti pada perayaan semata. Perlu dilanjutkan dengan implementasi. Mengendalikan diri untuk mendapatkan keheningan sehingga mampu memberi vibrasi terhadap lingkungan sekitar, sesungguhnya umat telah berbakti kepada Dewi Saraswati.

Di samping itu, umat juga mesti menyadari pencapaian ilmu pengetahuan setinggi-tingginya itu sangat penting, tetapi penggalian nilai-nilai kearifan lokal juga penting. Sebab, dari kearifan lokal itu bisa digali pesan-pesan moral.

Siswa atau mahasiswa penting memiliki rasa rendah hati menerima iptek dari guru atau dosen. Sebab, orang yang sombong cenderung tidak akan bijak, kendati ia mampu menguasai iptek dengan gemilang. Demikian juga para pendidik dan pengajar, dalam menularkan ilmu pengetahuan kepada siswa atau mahasiwa mesti dilandasi cinta kasih dan ketulusan, di samping mampu menunjukkan keteladanan.

Dengan selalu memahami tuntunan Saraswati, umat diharapkan tidak tergelincir pada hal-hal yang dilarang olah hukum dan agama. Sebab, Saraswati itu menuntun umat agar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang boleh dan yang tidak boleh. Dengan memahami tuntunan itu, umat akan bisa menghindari ''Panca Ma'' -- mamotoh, mamadat, mamunyah, mamitra dan mamaling. ''Jadi, dalam merayakan hari keagamaan seperti Saraswati, umat tidak sekadar bakti formal -- sekadar datang merayakan, tetapi di balik itu mesti mampu melaksanakan tuntunan Saraswati,'' katanya.

Keesokan harinya setelah Saraswati, umat melaksanakan banyu pinaruh yang mengandung makna bahwa setelah umat menguasai iptek, kaweruhan itu mesti dimanfaatkan dengan baik. Dalam prosesi itu umat tidak sekadar mandi di sumber-sumber air, tetapi mohon kepada Dewi Saraswati agar diberkati kebijaksanaan serta ilmu pengetahuan yang diperoleh mampu sebagai penerang dalam kehidupan.

Sumber: BALI POST ONLINE, Sabtu Umanis, 10 Nopember 2007

Jumat, 26 Februari 2010

Inspiration


An English professor wrote the words, Woman without her man is nothing on the blackboard and directed his students to punctuate it correctly. The men wrote: Woman, without her man, is nothing. The women wrote: Woman: without her, man is nothing.

Celebrating Holi In USA Preschools, Schools And The Office


Source: www.i-newswire.com
UNITED STATES, February 22, 2010 - Bloggermoms, a website that celebrates life and parenting at the intersection of multiple cultures, today released a package of ideas for celebrating Holi in schools, preschools and the workplace. The package contains ideas for crafts and celebrations in the classroom, hosting a Holi party for kids, precautions to keep in mind when celebrating Holi and even ideas to bring Holi into the office in a respectful yet fun way.

Holi, the festival of colors is one of India’s most colorful, vibrant and fun festivals. It is a celebration of spring and of the victory of good over evil. For most people, it is all about smearing colored powders or spraying colored water on each other. Holi is also celebrated in the USA and other parts of the world with large expat populations within friends and communities.

Schools and preschools interested in multicultural education or parents interested in bringing a little bit of their culture into the classrooms often look for ideas for celebrating Holi which are culturally appropriate, yet easier to manage and clean up in a class room environment. The article on ideas for celebrating Holi in schools and preschools is available at http://www.bloggermoms.com/celebrating-holi/

In New Zealand, Worshiping Lord Vishnu’s Chakram


Source: www.indianweekender.co.nz
NEW ZEALAND, February 13, 2010: The Sri Balaji Temple Project which is the first of its kind in New Zealand held its first prayers and conducted the Sudharsana Homan on 23rd January, 2010 at the Phoenix Hall in Hamilton. Secretary Bala Bhaskar Tikkisetty welcomed the hundreds of devotees present.

The Maha Sudharsana Homan, is performed for Lord Vishnu’s Chakram, the Lord’s most powerful weapon against all evil. In performing the Homan the powers of the Lord and Sudharsana Chakra are invoked through vedic mantras. The Yantra, a metal piece with Vedic and holy symbols is blessed in the Homan and are normally placed at the home altar or at the entrance of houses to ward off evil.

International Bali-India Yoga Festival II


Source: Press Release
BALI, INDONESIA, February 2010: Bali-India Foundation will be organizing the second International Bali-India Yoga Festival from 3-10 March, 2010. The theme of the festival is ‘Yoga & Global Warming’. Bali, which has an ancestral relationship with India, shares a great concern about Global Warming. Bali, the Island of the Gods, where the sage Markandeya meditated and taught this divine practice of yoga to its people is a perfect place to discuss and find a solution to the problem of Global Warming and other various matters related to yoga.

The opening of this prestigious festival will simultaneously inaugurate ‘The Markandeya Yoga City’ at Gunung Sari, Singaraja, Bali. The Yoga city will be completed within five years on a total of 15 hectares of land surrounded by beautiful forests and mountains 1000 meters above sea level in a Balinese architectural style.

Balinese Hindus Gear Up For New Year


Source: www.thejakartapost.com

JAKARTA, INDONESIA, February 17, 2010: Thousands of people across Bali have been busy making the giant ogoh-ogoh effigies in preparation for the celebrations of the upcoming Caka Hindu New Year 1932, popularly known as Nyepi, or the Day of Silence. The event falls on March 16. Local resident Wayan Chandra said making the ogoh-ogoh helps strengthen communal relation among neighbors. “It’s a collective work by all villagers,” he said.

The ogoh-ogoh are giant papier-mache demons that symbolize all things bad. Every banjar, or traditional village community, must prepare at least one ogoh-ogoh for each Nyepi. On the eve of the Caka New Year, Balinese Hindus parade them along the streets and burn them together to dissipate any negative energy.

The Caka New Year is observed in total quiet and contemplation. The entire island falls into darkness on the night, as the Hindu faithful are prohibited from lighting a fire or using electricity, or even leaving home. Virtually all activities will come to a halt for 24 hours, including tourism offices and the airport, while the streets will be deserted.

Kamis, 25 Februari 2010

Mutiara Bhagavad-Gita


Di sini tak dapat dibedakan bentuk asli Pohon ini, juga tidak akhir, asal, dan dasarnya. Tertancap kuat pohon Ashvattha ini. Tebaslah pohon ini sampai tumbang dengan senjata ketidakterikatan.

Dengan begitu dikau akan meniti jalan ke mana tak ada jalan kembali, dan dengan begitu dikau akan mencapai Yang Maha Utama Yang dari-Nya terpancar keluar Proses Kosmos ini (energi yang telah ada semenjak masa yang amat silam).

Sayang manusia tidak melihat atau menyadari Pohon ini secara keseluruhannya, dan tak mengerti akan kepentingan pohon ini. Manusia lebih terserap kepada daun-daunnya, pada buah-buah dan putik-putiknya, dengan kata lain manusia terjebak pada rasa manis dan kenikmatan yang dikeluarkan pohon ini dan langsung terjebak di dalamnya, dalam ilusi duniawi. Pohon ini sendiri tampaknya tidak bermula dan tak ada akhirnya; siapa pula yang akan pernah tahu akan asal-mulanya dan akhirnya? Bukankah Pohon ini berasal dari Sang Maya? Tetapi Sang Maya ada asal dan akhirnya, yaitu Yang Maha Pencipta. Sedangkan Sang Maya atau pohon Kehidupan ini sebenarnya hanyalah pantulan atau ilusi. Dan selama kita sibuk berkelana di hamparan luasnya pohon kehidupan ini, selama itu juga kita akan tersesat di dalamnya tanpa jalan keluar karena begitu luas dan banyaknya jalan-jalan yang salah di dalamnya seakan-akan tanpa akhir. Maka di seputar itu juga kita akan berkelana tanpa pernah tahu akan hal-hal yang berada di luar itu, yaitu Sang Empunya pohon ini. Jalan satu-satunya untuk keluar dari pohon ini adalah menebasnya sama-sekali dan jalan atau metode ke arah penebasan ini adalah dengan menebas rasa keterikatan duniawi kita secara total dan pasrahkan hasilnya kepada Yang Maha Esa, dan Dia akan menyelamatkan kita semua dan menyatukan yang menebas pohon kehidupan ini, dengan-Nya. Jalan ketidakterikatan duniawi ini berulang-ulang ditekankan dalam Bhagavad-Gita karena inilah faktor yang amat vital untuk menyadari atau menyingkap kebodohan kita, agar terbuka ilmu pengetahuan yang sejati, ilmu tentang arti dan hakekat dari kehidupan yang sebenarnya, agar tercapai kesatuan antara kita dengan-Nya, yang menjadi tujuan utama mengapa kita dilahirkan sebagai manusia yang berakal-budi, tidak seperti ciptaan-ciptaan yang lainnya yang berbentuk fauna, flora dan benda-benda tak bergerak. "Seseorang yang dirinya tak terikat pada obyek-obyek luar, mendapatkan kebahagiaan yang ada di dalam dirinya sendiri," kata Bhagavad-Gita, dan lagi, "Seseorang yang telah melepaskan semua keinginan, dan hidup bebas dari keterikatan, mendapatkan ketenangan."

Bupati Sidoarjo Meminta Konghucu Dimunculkan Dalam KTP


Sidoarjo (ANTARA News), 25 Februari 2010 - Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso, Rabu, berharap agama Konghucu dimunculkan lagi dalam kolom pilihan formulir pengajuan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Kami sudah meminta Kementerian Dalam Negeri untuk memunculkan kembali agama Konghucu dalam kolom pilihan agama pemohon KTP," katanya di Sidoarjo.

Menurut dia, hilangnya agama Konghucu dalam blanko permohonan KTP disebabkan masih dipakainya blanko lama yang menggunakan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (Simduk). Padahal saat ini sistem tersebut sudah diganti menjadi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

"Jadi di dalam blanko atau form F1.01 yang ada 31 item untuk pengajuan KTP memang hanya disebutkan ada lima agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan sisanya lain-lain," katanya.

Di Kabupaten Sidoarjo, kasus ini mulai terkuak ketika Ketua Presidium Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Bingky Irawan, yang juga warga Sidoarjo hendak memperpanjang KTP.

"Pada saat saya hendak memperpanjang KTP, oleh petugas kecamatan disodori blanko. Dalam blanko itu ternyata pilihan agama Konghucu sudah tidak ada," katanya.

Ia sempat mempertanyakan masalah itu kepada Dinas Kependudukan setempat. "Namun tidak bisa memberikan jawaban memuaskan terkait raibnya blanko pengisian untuk agama Konghucu," katanya.

Ia juga menghimbau kepada warga yang beragama Konghucu untuk menuliskan agama Konghucu pada KTP masing - masing. "Saya berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari," katanya.

Selain itu, pihaknya juga akan mendirikan posko pengaduan bagi umatnya yang tidak mendapatkan pelayanan publik. "Kami akan segera membuka posko di klenteng maupun di sekretariat di daerah untuk mengumpulkan semua umat yang tidak mendapat pelayanan di tingkat kabupaten atau kota," katanya.

Menurut dia, pembukaan posko ini juga bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah umat Konghucu di tiap kota atau kabupaten.

"Selama ini umat Konghucu merasa takut. Sehingga ketika ditanya agamanya apa, mereka bilangnya Budha," katanya mengungkapkan.

Selain itu, pihaknya berharap dengan adanya sensus penduduk yang akan diselenggarakan Mei mendatang, dapat diketahui jumlah pemeluk agama Konghucu di Indonesia.

Luthfi Assyaukanie:Toleransi Kita Rendah


Ada kelompok yang menuding Luthfi Assyaukanie kelompok penista agama.

VIVAnews, 20 Februari 2010 - Pro dan kontra uji materi Undang-undang Penodaan Agama masih berlanjut. Kasus ini terus berkembang hingga ada kelompok yang menuding Jaringan Islam Liberal (JIL) dan LSM pendukung pencabutan UU/PNPS/1965 sebagai kelompok yang menistakan agama Islam.

Wartawan VIVAnews, Dian Widianarko mewawancarai aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) yang Juga Deputi Direktur Freedom Institute Luthfi Assyaukanie, terkait pro kontra itu setelah dirinya menyebut kesalahan Lia Eden sama dengan kesalahan Nabi.

Dalam persidangan uji materi di Mahkamah Konstitusi, pada Rabu 17 Febuari 2010 lalu, Luthfi menyebutkan bahwa toleransi kita rendah sekali.

Dalam sidang itu, Luthfi diundang sebagai saksi ahli dari pihak pemohon dan dia memaparkan sejarah agama. Menurutnya dalam sejarah setiap agama baru selalu dimusuhi dan tidak diterima agama mayoritas.

Apa yang dipaparkan Luthfi rupanya disalahpahami banyak orang dan berakibat banyak yang beranggapan Luthfi menyamakan Lia dengan sosok Nabi Muhammad. Itu dianggap melecehkan, meskipun Luthfi tidak bermaksud demikian.

Ancaman pun datang kepada aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) itu,
bahkan sampai muncul ancaman pembunuhan.

Seperti apa ancaman itu dan bagaimana sebenarnya kesaksiannya di MK yang dipermasalahkan, berikut wawancara VIVAnews dengan Deputi Direktur Freedom Institute itu di kantornya, Jumat 16 Desember 2010.

1. Kesaksian Anda pada persidangan menjadi polemik dan membuat
beberapa pihak marah pada Anda. Apa yang sebenarnya terjadi?


Kemarin itu, sebenarnya tidak ada yang kontroversial sih, kalau kita mau berfikir dingin. Setiap kali saya ngomong di forum yang banyak orang garis kerasnya di situ, orang sudah apriori duluan. Sudah begitu dikompori pula.

Saat saya selesai bicara ada tanya jawab yang panjang sekali dan yang paling keras itu dari pengacara MUI dan DDII. Mereka salah paham dan saya kira mereka sengaja salah paham untuk mengompori.

Saya kan bilang negara jangan ikut campur soal agama karena masalah
agama itu rumit sekali. Bagaimana kita mau menganggap satu agama sesat
dan yang lain tidak. Biarkan saja yang nyesat-nyesatin antara agama sendiri, negara tidak usah ikut campur.

Saat ngomong soal sejarah agama itu yang agak krusial. Sebagai saksi
ahli dan bicara soal sejarah agama, saya bicara dan memandang agama
dari sudut pandang historis.

Sebagai seorang beragama sudah pasti dan jelas, saya menghormati Nabi Muhammad. Nah karena di situ saya diundang jadi ahli, jadi saya memandang sejarah Islam sama dengan sejarah sekte-sekte atau agama lain.

Nah saya katakan mengapa negara sakit hati dan melarang Lia Aminudin,
karena dia menyebarkan agama baru. Walau pun kesalahan Lia berlapis-lapis, karena katanya ada ajarannya yang perlu diamankan, misalnya beri ajaran yang melecehkan orang, saya gak tahu persis, tapi tuduhannya seperti itu.

Tapi kan dasarnya Lia dimusuhi oleh mayoritas karena ada sesuatu yang
bermasalah yaitu karena dia mengaku rasul, mengaku jibril dan itu
menantang agama mayoritas, Islam, karena dinilai berbeda dengan
mayoritas.

Maka saya jelaskan di situ bahwa semua agama, semua nabi yang muncul itu dicaci maki oleh mayoritas.

2. Pihak yang marah karena Anda menjadikan Nabi Muhammad contoh dan menyamakan dengan kasus Lia Aminuddin, apa benar begitu?

Saya bilang, nabi dulu itu dianggap gila, dan itu ada di Al Quran, nabi
dilempari kotoran unta dan lain-lain. Pengikutnya juga dikejar-kejar. Itu kan sama persis dengan apa yang dialami Lia Aminuddin.

Maksud saya, kita ini seperti orang Quraish dan orang jahiliah yang memerangi kaum minoritas. Saya sengaja mengambil contoh ekstrim seperti itu biar tergugah lah.

Kalau nabi kita dulu diperlakukan seperti itu, kita mau gak orang lain diperlakukan seperti itu? Kalau kita gak mau nabi kita diperlakukan seperti itu, ya kita jangan begitu pada orang. Selama orang itu tidak melakukan kekerasan.

3. Tapi mereka salah paham dengan apa yang anda katakan di MK, dan kabarnya mereka mengancam anda?

Oh ya. Kalau ancaman kan sudah biasa. Dulu waktu mendirikan JIL kan
juga banyak ancaman.

4. SMS, email. Kalau yang ancaman saat ini apa bentuknya?

Sama. Seperti ini (menyodorkan print out email ancaman). Email sms itu
ke email saya. Yang paling keras bahkan mengatakan; penggal kepalanya,
trus tancapkan di ujung Tugu Monas, biar semua orang tahu penghina
Nabi Muhammad SAW telah dieksekusi…!

5. Kalau ancaman fisik secara langsung atau via telepon?

Mudah-mudahan jangan. Emang enak apa dipukul orang..hahahaha. Telepon belum. Karena saya sengaja tidak angkat telpon yang tidak saya kenal.

6. Keluarga anda juga diancam?

Nggak, kalau kejadian ini baru.

7. Bagaimana perasaan anda menghadapi ancaman-ancaman itu?

Khawatir sih khawatir, tapi tidak terlalu mengambil serius. Karena dulu
sih sudah sering. Ulil (Ulil Absar Abdallah) juga sering mendapat
ancaman seperti ini.

8. Dulu seperti apa yang pernah anda alami?

Kalau dulu awal-awal mendirikan JIL sih sering saya disamperin orang
waktu habis solat jumat, nyamperin dan marah-marah.

Itu sih biasa, walaupun ngeri. Kita kan tidak tahu ukuran kemarahan seseorang. Saya saat ini lebih sering menghindari dan mencari tempat-tempat yang aman saja. Saya menghindari hal-hal seperti itu.

9. Apa anda akan menindak lanjuti ancaman itu, melapor ke polisi misalnya?

Saya belum menyikapi serius. Kalau ancamannya semakin serius kita akan
tindak lanjuti.

Potensi kekerasan sih ada, saya bisa merasakan. Minggu pertama waktu
sidang kan saya sama Ulil di balkon kita hampir dikepung.

Kalau tidak ada polisi mungkin sudah terjadi kekerasan. Tapi buru-buru diamanin polisi. Karena itu, kemarin waktu selesai acara saya langsung masuk
lewat pintu belakang pintu hakim dan diamankan polisi.

10. Dari kejadian yang sering anda alami, dan terakhir kasus MK itu, apa yang kemudian terpikir oleh anda?

Toleransi kita itu rendah sekali. Mulanya kan dari situ. Kalau kita
tidak toleran terhadap keyakinan lain, kemudian yang muncul kedengkian,
kebencian, dan pada tingkat selanjutnya yang muncul kemarahan.

Nah saya melihat bukan hanya audien, bahkan orang-orang yang terhormat
yang di dalam sidang, dari Depag, dari MUI dari DPR, bahkan hakim.

Beberapa yang terhormat itu tendensius. Harusnya kan nggak boleh hakim seperti itu. Hakim kan harusnya mendengarkan kesaksian ahli.

Pokoknya dia mendengarkan saja. Masak pas giliran saya semua hakim kecuali, ketuanya, mengomentari saya dan komentarnya agak memojokkan. Harusnya kan diam saja.

11. Seperti apa komentar yang memojokkan anda itu?

Misalnya mereka menanyakan pada saya apa pandangan saya soal atheisme,
dan lainnya. Kayak mau memojokkan. Mencecar gitu. Sebenarnya buat saya
sih nggak ada masalah, saya bisa jawab itu, cuma saya mencium
hakim-hakim ini ada pandangan ideologis tertentu juga. Kecuali
ketuanya Pak Mahfud yang sangat cemerlang.

12. Kembali ke belakang, sebenarnya bagaimana sejarah masuknya uji meteri UU ini ke MK?

Ini sudah dua tahun ya, dulu Gus Dur yang mengajukan. Gus Dur, Mas
Dawam (Dawam Raharjo) Mbak Musdah (Musdah Mulia). Di antaranya
alasannya, karena banyaknya kekerasan atas sekte-sekte agama,
Ahmadiyah kususnya.

Kan Ahmadiyah tidak diakui sebagai sekte Islam. UU PNPS itu diskriminatis, berpotensi memicu kekerasan karena dipakai oleh kelompok tertentu dan dibenarkan kelompok mayoritas untuk menekan kelompok minoritas. Ini yang menimbulkan adanya rasa ketidakadilan di tengah masyarakat.

13. Menurut anda, bagaimana nasib uji materi ini?

Kalau saya sih pesimis bisa berhasil. Karena saya lihat hampir semua
elemen pemerintah menolak. Tapi ini kemarin saya katakana di MK; saya tidak terlalu peduli dengan hasilnya. Tetapi ini adalah proses demokrasi yang harus dihormati.

Bahwa sekelompok orang merasa UU ini bertentangan dengan konstitusi, MK harus mengujinya. Kalau kemudian orang-orang tidak bisa menerima, dan kita kalah, tapi kita sudah melakukan sesuatu.

Ahli: Penodaan Agama Tidak Konkret


"Jika dinyatakan bersalah ini tidak bisa dilihat."

VIVAnews, 24 Februari 2010 - Penodaan agama seperti diatur dalam Undang-Undang (UU) Penodaan Agama dinilai tidak konkret. Sehingga, UU tersebut pun dinilai bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal ini dikatakan ahli Billah saat memberikan keterangan dalam sidang uji materiil UU Penodaan Agama di Mahkamah Konsitusi (MK), Rabu 24 Februari 2010. Billah dihadirkan pemohon uji materiil itu.

Billah menyatakan UU ini tidak secara tegas memberikan penjelaskan tentang perbuatan penodaan agama. "Jika dinyatakan bersalah ini tidak bisa dilihat," kata dia.

Dia pun menilai agama itu bukan sosok. "Agama bisa dianggap sebagai sistem kepercayaan," kata dia. Karena agama tidak nyata secara fisik, kata dia, sulit membuktikan jika ada penodaan.

Keterangan Billah itu mendapat reaksi keras dari kuasa hukum pihak terkait, Luthfi hakim. Secara tegas Lutfi mempertanyakan keterangan Billah yang menyatakan bahwa agama itu abstrak.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh beberapa lembaga dan perseorangan. Mereka adalah almarhum Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq. Sementara lembaga yang mengajukan uji materi adalah Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Perkumpulan Masyarakat Setara, Desantara Foundation, dan YLBHI.

Para pemohon berdalil beberapa pasal dalam UU ini diskriminatif. Sebab, UU ini merupakan pengutamaan terhadap enam agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu dan mengecualikan beberapa agama dan aliran keyakinan lainnya yang juga berkembang.

Inspiration


Though we travel the world over to find the beautiful, we must carry it with us or we find it not.
Ralph Waldo Emerson

A Dispute Over the Not-So-Holy Prasada

Source: www.azcentral.com

[Hindu Press International note: According to the Mounier-Williams Sanskrit dictionary, Prasada means "Clarity, brightness; grace." It is often used to signify food offered to the Deity or the guru, or the blessed remnants of such food, or any propitiatory offering.]

ARIZONA, U.S., February 5, 2010: A Sanskrit word meaning “gracious gift” or “clarity” has resulted in anything but for two Surprise business entities. A doctor who recently opened his first practice, Prasada Pediatrics, is involved in a trademark-infringement dispute with Westcor, the developer of the master-planned community of Prasada.

Dr. Brian Lawrence Young, whose wife’s mother is Buddhist, said he chose the name for its Sanskrit meanings. He established Prasada Pediatrics as a limited-liability corporation last April and opened for business in mid-January.

On Jan. 27, an attorney representing Westcor sent a cease-and-desist letter to Young, raising the issue of trademark infringement. The letter stated that the Prasada brand was important to Westcor and Surprise and that the company had a duty to “eliminate any likelihood of consumer confusion.”

“With trademark law, the key question is: Who began using the name first? ” said Jennifer Van Kirk, a partner with the Phoenix law firm Lewis and Roca who specializes in intellectual-property law. “From a legal perspective… even purely innocent infringement is still infringement.”

Rare Tamil Nadu Temple Under Renovation


Source: beta.thehindu.com

TAMIL NADU, INDIA, February 2010: Near Chennai, the ancient village of Sembian Kolathur has a name denoting Chola connection. The small village, famous for Sama Vedic is home of the rare Sri Thulaseeswarar temple, where Lord Siva temple takes the name of tulsi, or holy basil. The 850-year old Sri Thulaseeswarar temple has been taken up for renovation.

Legend has it that the lingam there is one of the 108 that Agastyar created. He is said to have adorned the deity with konrai garland and worshipped with tulsi leaves. It is said that worshipping Siva on Mondays with tulsi earns the devotee the Lord’s affection.

Work is partially completed but is the renovation has appealed for funds. For details see contact information at the source above.

Last Nepal King Breaks Ancient Taboo


Source: beta.thehindu.com

KATMANDU, NEPAL, February 9, 2010: Almost two years after he was stripped of his crown and became a commoner, Nepal’s deposed king Gyanendra hit the headlines Tuesday with reports that he had attended, for the first time in the history of Nepal’s Shah dynasty, a religious fair in a town till now considered out of bounds for his family.

Escorted by bodyguards and aides, the 62-year-old ousted king drove himself to Panauti on Monday, a town 22 miles southeast of Kathmandu, to attend the Makar Mela, a Hindu fair held every 12 years. In the past, legend had it that Panauti was a forbidden area for the Shah kings of Nepal since it was the domain of Hindu god Narayan and the kings of Nepal were considered incarnations of the same god.

The former king, breaking the taboo, said he was visiting the fair as a common citizen attending a religious event and not as a king.

Nepal’s history is often closely woven with legends and curses. North of Kathmandu lies a colossal statue of Vishnu, another incarnation of Narayan, lying in a bed of serpents on a pool. The Budanilkantha temple is the only one in Nepal that was forbidden to the royal family of Nepal after a legend arose that the king would die if he ever gazed on the 15 feet high statue.

Rabu, 24 Februari 2010

Mutiara Bhagavad-Gita


Bab 17 - Tiga Jenis Kepercayaan

1. Mereka yang tidak kenal akan kaidah-kaidah suci ini, tetapi mempersembahkan pengorbanan dengan keyakinan(sraddha) -- bagaimanakah keadaan mereka ini, oh Krshna? Apakah (mereka) ini tergolong sattva, rajas atau tamas?

Timbul pertanyaan yang wajar di dalam hati sang Arjuna, apakah perlu kita semua belajar tentang hukum atau kaidah-kaidah yang dikandung oleh skripsi kuno dan buku-buku suci lainnya? Apakah Bhagavad-Gita sendiri tidak cukup atau memadai? Dan bagaimana dengan nasib mereka yang berkeyakinan tetapi tidak pernah membaca atau mengetahui tentang naskah atau skripsi-skripsi kuno ini? Sebenarnya hukum ini — karena sifatnya yang abadi, spiritual dan alami — secara otomatis akan bekerja sendiri. Tidak penting apakah setiap orang yang berkeyakinan itu pernah mendengar atau tidak akan hukum/kaidah ini. Sesuai dengan karunia-Nya maka seseorang yang berkeyakinan akan belajar sendiri atau dengan kata lain mendapatkan sendiri semua kaidah-kaidah suci ini secara bertahap, dan ia akan memahami itu semua dengan baik. Yang penting, kita ini (setiap individu) harus jujur pada diri sendiri, dan walaupun tak pernah mendengar tentang sastra-sastra ini, seorang yang telah terpanggil ke jalan-Nya akan secara otomatis mempelajari dan mempraktekkan secara langsung semua kaidah dan hukum-hukum suci ini, sesuai dengan hati nuraninya, karena memang hukum ini sifatnya amat universal dan alami. Arjuna yang khawatir akan nasib seseorang yang berkeyakinan tetapi tidak kenal kaidah-kaidah suci ini, sebenarnya tidak perlu khawatir, karena yang penting adalah penghayatan dan pengamalan kaidah-kaidah itu sendiri secara tulus, dan bukan dengan membaca atau mengetahuinya. Kaidah-kaidah itu sendiri secara tulus, dan bukan semua itu datang dari Satu Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih dan Penyayang. Walau nampaknya kaidah-kaidah ini berlainan dalam berbagai ajaran agama, ajaran moral, kebatinan dan hukum tetapi intisarinya selalu Manunggal, Esa, dan semua itu selalu berporos dan kembali kepada-Nya juga. Om Tat Sat.

Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
2. Kepercayaan manusia (makhluk yang dapat binasa), yang lahir dari sifat-sifat mereka terbagi dalam tiga bagian -- sattvik, rajasik dan tamasik. Dengarkanlah oleh mu semua ini.


3. Sraddha seseorang, oh Arjuna, adalah berdasarkan sifat seseorang itu. Manusia dibentuk oleh sraddhanya: begitu sraddhanya, begitu juga manusianya.

Sraddha, atau iman atau keyakinan, adalah ekspresi dari setiap sifat sejati atau asli dari individu itu sendiri yang sudah diatur oleh karma-karmanya. Begitu sifatnya, begitu juga prilaku orang itu. Keyakinannya akan Yang Maha Esa, otomatis terpancarkan sesuai dengan sifat-sifat asli setiap individu yang tentunya berbeda-beda dari setiap manusia ke manusia yang lainnya, dan faktor ini juga akan membeda-bedakan prilaku manusia tersebut. Dan ada tiga golongan kepercayaan pada setiap makhluk yang hidup, terutama yang disebut manusia (makhluk yang juga dapat binasa), yaitu sattvik (dari sattva), rajasik (dari rajas) dan tamasik (dari tamas), yang hadir secara berbeda-beda dan dominan dalam bentuk dan kekuasaannya masing-masing.

Selasa, 23 Februari 2010

Repotnya Mengatur Bangunan Biar Tetap Berornamen Bali di Metro Denpasar


Masih Bingung Lengkap Filosofisnya atau Sekadar Tampilan Luar

Radar Bali, Selasa, 23 Februari 2010 - Peraturan tentang bangunan agar ber-style Bali di Kota Denpasar melalui perwali ternyata tak gampang dirumuskan. Sudah telanjur banyak yang melanggar, tapi masih mikir apakah bangunan itu sekaligus filosofisnya atau sekadar tampilan luarnya saja, biar lebih ekonomis.

---

BANYAK kritik bermunculan, dan respons tentang pelanggaran itu memang terasa lambat. Saat ini Dinas Tata Ruang Dan Perumahan (DTRP) sedang menyiapkan draf perwali tentang arsitektur bangunan gedung (ABG) berornamen Bali.

Senin (22/2) kemarin misalnya, I Gusti Ngurah Edi Mulya, selaku asisten administrasi pembangunan Setda Denpasar mengatakan kepada Radar Bali, bahwa perwali tentang arsitektur bangunan gedung ornamen Bali akan selesai dalam waktu dua bulan. "Dari draf ke perwali ditargetkan selesai paling lama dalam dua bulan mendatang," ungkap Edi Mulya di ruang kerjanya kemarin.

Dan, Rabu (24/2) besok, menurutnya akan dilakukan pertemuan antara dinas terkait serta beberapa tim termasuk tim teknis ABG akan melakukan pertemuan kembali untuk segera merampungkan draf perwali tersebut. Dalam pertemuan itu, juga akan dibahas tentang penajaman apakah dalam bangunan harus diikutkan juga arti filosofi atau hanya langgamnya saja.

Tambah Edi, bila dalam bangunan gedung harus diikutsertakan makna filosofi akan sedikit menambah pengeluaran, kalau hanya langgam yang melambangkan tampilan fisik saja, maka akan sedikit lebih ekonomis. "Kalau makna filosofi bangunan diatur juga, akan lebih banyak mengeluarkan dana. Tapi, kalau hanya langgam tampilan fisik, maka sedikit lebih hemat," tegas Edi.

Ini karena jika harus mecantumkan makna filosofisnya, maka menurut Edi tidak semua bangunan dapat menyajikan makna filosofinya tersebut. Hanya bangunan tertentu saja yang dapat memberikan makna filosofi, seperti gedung untuk publik, kompleks yang sudah berskala besar.

Pertimbangan yang utama ada atau tidak makna filosofi itu adalah pertimbangan ekonomis. Nantinya, setelah perwali disahkan, pembangunan di Kota Denpasar akan selalu berpatokan kepada perwali ini.

Bangunan yang sudah ada tidak akan dikenakan perwali, hanya bila melakukan renovasi harus mengikuti aturan yang ada di perwali. Dan, bila perwali ABG selesai, perda dapat dibuat tapi masih harus menunggu disahkannya perda tentang RTRW.

Uji UU Penodaan Agama: MK Akan Tetap Dengar Ahli dari Amerika


TEMPO Interaktif, Jakarta, 23 Februari 2010 - Mahkamah Konstitusi tetap akan menghadirkan saksi ahli dari Amerika Serikat, W Cole Durham, dalam sidang uji materi Undang-undang tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Mahkamah tidak mau mendengar desakan sebagian kalangan yang meminta tidak mendengarkan keterangan orang asing.

"Karena (pihak) yang berperkara yang mengajukan, Mahkamah Konstitusi tidak bisa menolak," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md, dalam jumpa pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (23/2).

Menurut Mahfud, tiap pihak yang berperkara berhak mengajukan ahli, dan Mahkamah wajib mendengarkan keterangannya. Termasuk Durham, pakar hak asasi manusia lulusan Universitas Harvard yang dijadwalkan bersaksi dalam persidangan berikutnya.

"Karena itu kalau ada yang mau mengajukan ahli hak asasi beragama dari Mekkah, silakan, kita terima juga. Bahkan kalau mau dari neraka pun boleh diajukan asal bisa didatangkan," kata Mahfud.

Mahkamah menguji UU Nomor 1/PNPS/1965 itu sejak 17 November 2009. Uji materi diajukan enam Lembaga Swadaya Masyarakat yang menilai beleid Penodaan Agama itu diskriminatif karena hanya mengakui enam agama, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Cu.

Undang-undang juga dianggap mengharuskan diambilnya satu tafsir tertentu dalam agama tertentu untuk menjadi batasan permusuhan, penyalahgunaan dan penodaan terhadap agama. Berpihaknya negara kepada salah satu tafsir tertentu dinilai diskriminasi terhadap aliran/tafsir lain yang hidup pula di Indonesia.

Senin, 22 Februari 2010

Visit Museum Year 2010, Apresiasi Pelestarian Budaya

Salah satu upaya melestarikan kebudayaan, ditahun 2010 ini pemerintah berencana membuka program Visit Museum Year, yang akan dibuka Menbudpar Jero Wacik, 27 februari mendatang. Ketua Himpunan Museum Bali (Himusba) Nyoman Gunarsa mengharapkan, kegiatan ini mendapat apresiasi positif masyarakat, terkait keberadaan museum di Bali.

Pembukaan program Visit Museum Years 2010, yang menurut rencana dibuka tanggal 27 februari, mengambil tempat di Museum Gunarsa Klungkung. Hal ini merupakan tindak lanjut dari program pemerintah lewat Kementrian Budaya dan Pariwisata, yang dibentuk akhir Desember 2009. Ketua umum Himusba Nyoman Gunarsa disela-sela jumpa wartawan mengatakan, dalam peluncuran program ini, ada 7 provinsi di Indonesia yang dijadikan pilot projek, yakni Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Medan, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali. Penunjukan beberapa daerah tersebut, berdasarkan komitmen pemerintah daerah dan tokoh seni, dalam upaya melestraikan budaya Nusantara yang masih belum banyak diketahui masyarakat. Menurut Nyoman Gunarsa, guna memaksimalkan peran dan fungsi museum sebagai pelestarian budaya dan pendidikan, pemerintah perlu membuat kebijakan, salah satunya dengan memasukan program ini dalam kurikulum pendidikan.

Dewan Pembina Himusba Nyoman Rudana dalam pemaparannya mengatakan, menunjang keberhasilan program Visit Indonesia Year 2010, akan berlangsung lima tahun kedepan, didukung dana yang diambil dari APBN. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan museum sebagai salah satu daya tarik masyarakat, untuk lebih mengetahui budayanya.

* Trimaja dan Rasuadnyana, Bali TV.

Mutiara Bhagavad-Gita

1. Raga ini, oh Arjuna, disebut sebagai ladang. Seseorang yang sadar (tahu, mengenal) akan hal ini disebut sebagai sang pengenal ladang ini, oleh mereka yang mengetahuinya (para resi).
2. Kenalilah Aku sebagai Yang Mengetahui ladang dari semua ladang-ladang, oh Arjuna! Ilmu pengetahuan tentang ladang dan yang mengetahuinya -adalah ilmu pengetahuan yang Ku anggap sebagai ilmu pengetahuan yang sejati.
Dalam bab ini Sang Kreshna menerangkan tentang filsafat (falsafah) kehidupan ini; ibaratnya menilai suatu kehidupan di atas batu-karang yang kering dan gersang, maka setiap manusia sebenarnya memerlukan suatu filsafat-kehidupan (suatu pegangan) agar kehidupan dapat dijalaninya dengan sempurna. Dan untuk itu, pertama-tama amat penting untuk menyadari atau memahami dua sifat dominan — manusia dan alam semesta kedua sifat ini disebut — Prakriti dan Purusha. Prakriti adalah benda atau raga, dan diibaratkan sebagai ladang (kshetrari), dan Purusha adalah Sang Jiwa yang disebut dan dikenal sebagai Yang mengetahui tentang ladang ini (Kshetragnd).
Bahkan dalam Injil pun Yesus Kristus pun sering menyebut tentang ladang dan penabur benih dalam parabel-parabelnya. Jadi bukan saja hal ini disiratkan dalam agama Hindu saja tetapi dapat juga dilihat dan dihayati dalam agama-agama lainnya. Di sini dapat dikatakan bahwa yang disebut ladang adalah raga kita sendiri dan Sang Penabur Benih adalah Sang Kreshna, Yang Maha Mengetahui ladang ini, la bersemayam di dalam diri kita. Dan yang disebutkan sebagai benih di sini adalah kebijaksanaan (gnanam), yang selalu ditaburkan olehNya untuk kita semua agar sadar dan kembali ke jalanNya. Sang Kreshna di sini berbicara tentang ladang, tentang yang mengenal ladang dan tentang ilmu pengetahuan dalam bentuk kebijaksanaan. Prakriti adalah ladang: di dalamnya setiap benda dan makhluk tumbuh dan berkembang, lalu layu dan akhirnya binasa, dan hidup dan tumbuh baru lagi. Prakriti adalah suatu bentuk aktivitas. Di dalam Prakriti dituai buah atau hasil dari setiap tindakan dan perbuatan kita ~ ibarat sebuah ladang saja. Fungsi Prakriti adalah aktivitas tanpa dilandasi oleh kesadaran sejati.
Gnanam (kebijaksanaan) adalah benih yang ditabur dan dituai dari ladang ini; kebijaksanaan ini adalah ilmu pengetahuan tentang ladang dan tentang Yang Mengetahui atau Yang Mengenal ladang ini. Di alam semesta ini apapun yang kita lihat adalah gabungan atau kombinasi dari Purusha dan Prakriti, antara Sang Jiwa dan benda, antara roh dan raga. Sang Jiwa, Sang Purusha adalah Kshetragna (Yang Mengetahui Ladang) dan Yang Mengetahui adalah Sang Kreshna, yang dengan kata lain adalah Yang Maha Esa itu Sendiri.
3. Dengarkanlah secara terperinci, dariKu, apakah ladang itu, dan apakah sifatnya, apakah modifikasi-modifikasinya, bilakah la (ada), apakah la (Yang Mengetahui tentang ladang) itu, dan apa sajakah kekuatan-kekuatanNya?

Rakor Bidang Kebudayaan Bali, NTB dan NTT Karya Budaya Penting Diinventarisasi

Denpasar (Bali Post), 22 Februari 2010 - Karya budaya atau warisan budaya penting diinventarisasi dengan sistem yang lebih baik. Selanjutnya didaftarkan di Dirjen HaKI. Dengan demikian kita memiliki kekuatan hukum, jika ada pihak lain yang mengklaimnya. Hal itu terungkap dalam rakor dan sinkronisasi bidang kebudayaan yang digelar Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Bali, NTB dan NTT bekerja sama dengan Dirjen Nilai Seni dan Film Kementerian Budpar di Sanur, Senin (22/2) kemarin. Rakor tersebut dihadiri Kepada Dinas Kebudayaan se-Propinsi Bali, NTB dan NTT.
Sementara Sekretaris Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film Kementerian Budpar Drs. Mumus Muslim, MM mengatakan pencatatan atau inventarisasi karya budaya sedang dilakukan saat ini dalam rangka melindungi dan melestarikannya. Karya budaya yang sudah diiventarisasi tersebut perlu kita jaga dan lestarikan. Sementara itu sejak 2009 kita telah memiliki pedoman pelestarian budaya dan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan peraturan bersama Menbudpar dan Mendagri.
Ketua Panitia Rakor yang Kepala BPSNT Bali, NTB dan NTT Drs. Made Purna, M.Si. mengatakan program maupun kegiatan inventarisasi, pencatatan, perekaman, pendokumentasian karya budaya sudah dilakukan sejak lama. Sudah ribuan hasil inventarisasi yang dihasilkan, tetapi sistem inventarisasi tersebut belum berstandar nasional maupun internasional. Lagi pula belum didaftarkan secara resmi ke lembaga berwenang. Karena tidak didaftarkan maka tidak mengherankan terjadi saling klaim oleh negara lain, terutama negara serumpun. Karena itu karya budaya penting diinventarisasi dengan sistem yang lebih baik, kemudian lanjut didaftarkan ke Dirjen HaKI sehingga memiliki kekuatan hukum jika ada pihak yang melakukan pengklaiman. ‘’Melalui rakor ini diharapkan ada persamaan persepsi—visi dan misi—dan sinkronisasi yang mantap antarsintansi terkait dalam menangani bidang kebudayaan yang ada di wilayah Bali, NTB dan NTT,’’ ujarnya.
Sekda Bali Nyoman Yasa dalam sambutannya mengatakan Indonesia penuh dengan keanekaragaman maupun multikutur seperti adat-istiadat , tradisi, agama, bahasa. Itu merupakan warisan budaya yang patut dijaga, dilestarikan dan dikembangkan untuk kemuliaan bangsa dan pembangunan bidang kebudayaan secara berkelanjutan. Kebijakan pelestarian seperti upaya yang dilakukan dalam rakor dan sikronisasi ini adalah untuk memproteksi modernisasi dan globalisasi saat ini. Sebab, dampaknya sangat dirasakan saat ini seperti degradasi moral pada sebagian kecil masyarakat kita. Karena itu pembangunan di bidang kebudayaan, khususnya dalam pembangunan mentalitas sebenarnya harus terus diperjuangkan agar generasi muda kita tidak kehilangan arah. Rakor ini ajang yang sangat tepat untuk mencapai harmoni dalam pembangunan bidang kebudayaan dan pariwisata. Melaui rakor ini kiranya dapat dijembatani berbagai informasi dan dapat memperkaya pengetahuan, wacana seperti pentingnya konsep strategi warisan budaya tak benda, sosialisasi panduan praktis warisan budaya tak benda, perlindungan dan pelanggaran HaKI yang berkaitan dengan kebudayaan intangible. (08)

Radio agar Suguhkan Kesenian Bali

BALI POST, 22 Februari 2010 - Dari sekian banyak stasiun radio yang ada di Bali sebagian besar sama sekali belum menyuguhkan kesenian Bali pada isi siarannya. Yang ditampilkan kebanyakan lagu pop Bali. Kalau pemerintah daerah Bali khususnya dinas terkait konsen terhadap pelestarian kesenian Bali, maka radio sebagai media publik sebaiknya diajak bekerjasama bagaimanapun caranya agar bisa menyuguhkan kesenian Bali seperti kesenian arja, wayang kulit, drama gong, dan lain-lain pada isi siarannya. Kalau hal ini terealisasi, maka di samping masyarakat Bali yang tergolong usia tua bisa lebih sering terhibur, juga besar kemungkinan kesenian Bali akan lestari. Itulah pendapat masyarakat melalui acara Bali Terkini yang disiarkan Radio Global FM, Radio Genta Suara Sakti Bali dan Singaraja FM, Sabtu (20/2).

Upacara ''Pakelem'' Sudah Ada ''Punia'' Kambing dan Kerbau

BALI POST, 22 Februari 2010 - DUA warga Buleleng dan Denpasar, Minggu (21/2) ngaturang punia wewalungan untuk upacara pakelem di Segara Batu Bolong, Badung dan Segara Rupek, Buleleng. Punia wewalungan itu berupa satu ekor kerbau dan satu ekor kambing. Selain mewalungan sejumlah warga juga mapunia uang kepeng dan air mineral.

Ketua Panitia Upacara Pakelem Ketut Budiarta menjelaskan, dengan adanya punia wewalungan tersebut berarti masih diperlukan lagi dua ekor sapi, satu ekor kambing dan satu ekor kerbau. Demikian pula masih diperlukan uang kepeng sekitar 10.000 keping.

Bhakti pakelem di Pantai Batu Bolong, Canggu akan dilaksanakan Sabtu Umanis Wuku Watugunung (27/2), bertepatan dengan hari raya Saraswati. Upacara pakelem tersebut akan diawali dengan persembahyangan bersama di Pura Pesambyangan Dalem Krethi Bhuana di Gedung Pers Bali K. Nadha.

Sementara upakara bhakti pakelem di Pantai Segara Rupek akan diselenggarakan Minggu Paing Wuku Sinta yakni pada 28 Februari 2010. Hal ini juga bertepatan dengan Purnama Kesanga.

Sebelumnya umat Hindu juga telah menyelenggarakan bhakti pakelem di sejumlah pura di Bali yakni di Pura Penataran Ped Nusa Penida, Pura Ulun Danu Batur, Pura Segara Silayukti, Karangasem dan Pantai Tanjung Benoa di Kabupaten Badung.

Budiarta juga menjelaskan, bagi umat yang ngaturang punia berupa wewalungan (hewan); sapi, kerbau, kambing, ayam, babi dan angsa bisa menghubungi Bali TV di Jl.Keboiwa 63 A, telepon (0361) 427372 dan bisa juga ke kantor Bali Post Jalan Kepundung 67A telepon (0361) 225764. (kmb)

Soal UU Penodaan Agama, MK Minta Ketarangan 60 Ahli


Solo, CyberNews, 20 Februari 2010 - Permohonan judicial review Undang-undang Penodaan Agama yang diatur dalam UU 25/PNPS/1965 paling banyak mendapatkan dukungan sekaligus penolakan. Mahkamah Konstitusi (MK) akan meminta keterangan 60 orang ahli hokum sebelum memutuskan hal itu. "Untuk keterangan kelompok agama dan kelompok masyarakat lainnya, kami merasa sudah cukup. Seluruhnya insya Allah sudah terwakili. Tinggal keterangan ahli yang belum, dan kami menyiapkan 60 orang," kata Ketua MK Prof DR Moh Mahfud MD, Sabtu (20/2).

Usai berbicara di depan seminar legislasi hukum yang digelar mahasiswa Program Doktor Fakultas Hukum UNS, dia mengatakan di antara para ahli itu, ada salah seorang ahli dari Amerika yang menyediakan diri memberikan keterangan. "Jika ada 60 orang, setiap hari dimintai keterangan 6 orang saja seminggu, paling tidak akan memakan waktu 10 minggu. Jadi nanti pertengahan Mei paling tidak, MK baru akan mengeluarkan vonis kasus ini," kata dia.

Menurut dia, selama lima tahun terakhir ada 58 UU yang dibatalkan isinya setelah diajukan judicial review di MK. Dan saat ini masih ada 36 kasus lagi yang menunggu diputus oleh MK, di antaranya kasus UU Penodaan Agama, Pornografi, Sisdiknas, dan BHP (Badan Hukum Pendidikan).

Mahfud mengatakan, dukungan maupun penolakan atas kasus UU Penodaan Agama memang paling massif. Pihaknya sudah meminta keterangan MUI, kelompok Muhammadiyah, NU, dan lainnya, juga kelompok agama lainnya seperti perwakilan Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan lainnya. "Itupun masih sangat banyak kelompok masyarakat yang minta ingin memberikan keterangan. Ada kelompok majelis taklim, MUI daerah, pengurus NU dan Muhammadiyah daerah, dan banyak lagi lainnya."

Minggu, 21 Februari 2010

Pahala dalam Mengupayakan Kebahagiaan Orang Lain


» Apresiasi (BALI POST), 20 Februari 2010.

Paropakaranam yesam
jagarti hrdaye satam
nasyanti vipadas tesam
sampadah syuh pade pade


(Canakya Nitisastra, XVII.15)

Maksudnya: Dia yang senantiasa memikirkan untuk mengupayakan kepentingan dan kebahagiaan orang lain, segala kesulitan akan terhindari dan ia akan mendapatkan keberuntungan dalam setiap usahanya.

---

HIDUP untuk mengabdi pada orang lain (para upakara) sesungguhnya bukanlah suatu pengorbanan yang sia-sia. Dalam mengabdi untuk memperjuangkan kepentingan demi kebahagiaan orang lain sesungguhnya kita membuka pintu untuk menerima karunia Tuhan.

Umat manusia diciptakan oleh Tuhan tidak semata-mata sebagai makhluk individu, tetapi sekaligus sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia baru bisa hidup normal sebagai manusia jika hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu masyarakat. Ini artinya, ciri-ciri kemanusiaan itu akan muncul jika manusia itu hidup bersama dengan sesamanya. Hidup bersama dengan sesama manusia dalam suatu masyarakat akan membahagiakan apabila dalam kebersamaan itu untuk saling mengabdi.

Hakikat manusia adalah sama dan berbeda. Memang tidak ada manusia yang persis sama dengan manusia lainnya. Dalam diri manusia ada perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan yang ada saling lengkap melengkapi dan ada yang saling bertentangan. Adanya anggota masyarakat miskin atau bodoh sesungguhnya sebagai media untuk mengamalkan ajaran agama. Memikirkan dan terus mengupayakan mereka yang miskin, bodoh, sakit dan sejenisnya untuk meningkatkan taraf hidupnya adalah suatu wujud pengamalan hidup beragama menurut pandangan agama Hindu.

Sloka Canakya Nitisastra yang dikutip di awal tulisan ini seyogyanya direnungkan lebih dalam bagi mereka yang bekerja dalam pelayanan publik. SDM yang bekerja dalam pelayanan publik seyogyanya mengecamkan dalam-dalam makna pelayanan kepada mereka yang menderita, seperti pelayanan di tempat-tempat pelayanan kesehatan. Mereka yang membutuhkan bantuan dalam urusan birokrasi sering mendapat berbagai kesulitan karena SDM di birokrasi itu tidak memiliki wawasan pelayan.

Di dalam birokrasi ada semacam pameo "sepanjang bisa dipersulit, mengapa dipermudah". Dalam hal inilah banyak masyarakat yang berurusan dengan birokrasi menjadi jengkel dan kecewa karena dipersulit oleh oknum yang masih banyak bercokol di birokrasi pemerintahan. Banyak pihak sampai frustrasi karena rumitnya urusan birokrasi pemerintahan. Apalagi yang menyangkut urusan keuangan, kepegawaian, izin-izin dll. Bahkan yang mau bayar pajak pun bisa dibuat bertele-tele melalui birokrasi.

Namun, dewasa ini memang sudah semakin disadari sehingga urusan birokrasi pelayanan puclik sedikit demi sedikit sudah ada yang berubah. Sudah ada SDM yang berpandangan bahwa melayani orang lain itu adalah suatu wujud pengamalan ajaran agama. Umat Hindu di India memiliki suatu kristal Subha Sita yaitu suatu kata-kata bijak yang dimunculkan dari ajaran Weda, Dharmasastra Itihasa dan Purana.

Salah satu isi Purana menurut keyakinan Hindu dinyatakan dalam Subha Sita sbb.: "Paropakarah punyaya papaya parapidana", artinya: siapa pun yang hidupnya untuk melayani orang lain (para upakara) akan mendapatkan punya, siapa pun yang menyakiti orang lain (para pidana) akan mendapatkan papa. Punya itu artinya kemuliaan, kebaikan atau kesejahteraan, sedangkan papa artinya kejahatan atau juga kesengsaraan.

Purana itu disebarkan kepada umat dengan tujuan memotivasi agar umat senantiasa melakukan pelayanan kepada sesama yang membutuhkan pelayanan. Pelayanan kepada sesama itu sebagai wujud pengamalan ajaran agama. Pengamalan agama bukan melakukan sembahyang dan upacara yadnya semata. Bekerja dalam pelayanan publik dengan sikap spiritual seperti yang diajarkan dalam sloka Canakya Nitisastra di atas memiliki nilai yang utama sebagai wujud pengamalan agama.

Dalam Rgveda X.117.3 ada juga dinyatakan bahwa "Dia yang tidak picik dengan kemurahan hati memberikan derma berupa harta (dana punya) maupun jasa kepada mereka yang sedang susah maupun miskin, mereka akan memperoleh harta dan jasa seandainya ada bencana yang menimpanya. Mereka juga akan memiliki banyak sahabat untuk membantu mereka dalam menghindari kesengsaraan.

SDM Hindu hendaknya meyakini makna sloka Canakya Nitisastra, Subha Sita Purana dan Mantra Rgveda itu, bahwa nilai bekerja dengan sikap melayani orang susah amat utama seperti melakukan sembahyang dan melangsungkan upacara yadnya. Sesungguhnya, substansi sembahyang dan melangsungkan upacara yadnya adalah untuk menanamkan nilai-nilai pelayanan ke dalam lubuk hati umat agar selanjutnya mereka hidup untuk saling melayani, tolong menolong dengan tulus ikhlas pada sesama.

Melakukan sembahyang, upacara yadnya, meditasi dan berbagai kegiatan beragama hendaknya dijadikan media untuk menguatkan motivasi umat untuk hidup melayani dan menolong pihak yang menderita dan butuh pertolongan. Dorongan untuk memotivasi umat membangun sikap pelayanan sebagai wujud pengamalan ajaran agama perlu ditanamkan kepada umat lewat media sembahyang, upacara yadnya maupun kegiatan keagamaan lainnya yang umumnya merupakan kegiatan formal.

Mahfud: Perda Agama Picu Disintegrasi Bangsa


Hukum nasional harus menjamin integrasi, bangsa, ideologi, dan teritori.

VIVAnews, 20 Februari 2010 - Fenomena Peraturan Daerah (Perda) agama berpotensi merongrong memecah belah bangsa. Karena keberadaan Perda Agama dapat memecah integrasi bangsa. Oleh sebab itu, uji materi Perda Agama yang dilakukan MK dilaksanakan secara ketat.

Pernyataan yang dilontarkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD dilataberlakangi oleh beberapa kaidah dan pedoman di dalam pembuatan hukum. "Empat kaidah tersebut menjadi pedoman. Jika ada hukum yang tidak memenuhi salah satu kaidah pembuatan hukum tersebut maka bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Mahfud di Solo, Sabtu 20 Februari 2010.

Berkiatan dengan Perda agama, Mahfud menyoroti bagaimana keberadaan Perda Agama tersebut sangat erat kaitannya dengan salah satu kaidah pembuatan hukum. Yakni dimana tiap hukum nasional harus menjamin integrasi, bangsa, ideologi, dan teritori.

Mahfud mencontohkan semisal, di suatu tempat karena alasan dukungan politik tertentu begitu kuat misal dengan kuatnya agama tertentu kemudian memberlakukan agama secara diskriminatif, jelas tidak boleh untuk diberlakukan dalam hukum publik. Dan Perda tersebut pun harus dibatalkan.

"Kalau atas nama demokrasi, misal di Padang kemudian memberlakukan Perda Agama, maka harus bisa dimengerti juga di Bali untuk memberlakukan Hukum Hindu. Kemudian kita juga harus menolerir jika di wilayah Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua untuk menerapkan Hukum Kristen," jelasnya.

Jika Perda Agama tersebut, lanjut Mahfud dikaitkan dengan hukum nasional jelas tidak boleh. "Karena keberadaan Perda Agama melanggar prinsip integrasi. Hal ini tidak boleh dijadikan kewajiban bagi masyarakat. Karena masyarakat tidak menganut agama yang sama," tegas Mahfud.

Oleh sebab itu, lanjut Mahfud uji materi harus dilakukan secara ketat. "Apalagi jika hanya terpaksa lolos di DPR yang sarat dengan permainan politik," tuturnya.

Menurut Mahfud kaidah lain yang dijadikan patokan dalam membuat hukum nasional adalah hukum harus didasarkan pada demokrasi dan nomokrasi. "Demokrasi adalah kedaulatan rakayat. Sedangkan nomokrasi adalah kedaulatan hukum. Kaidah lainnya adalah hukum harus berpijak untuk membangun keadilan sosial," tegasnya.

MK: UU Penodaan Agama Diputuskan Mei


Sabtu, 20 Pebruari 2010
Solo (ANTARA nEWS) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyebutkan, UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama, sedang dalam proses sidang ketiga dan kemungkinan sudah dapat diputuskan paling lambat pertengahan Mei 2010.

"Kita sudah tiga kali sidang dan banyak sekali kalangan masyarakat yang ingin menjadi pihak terkait atau ikut berbicara dalam persidangan itu," kata Mahfud, usai seminar nasional Dies Natalis UNS ke-34 yang diselenggarakan Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS di Solo, Sabtu.

Sidang soal UU penodaan Agama di MK, akan memerlukan waktu yang panjang karena melibatkan banyak pihak ingin untuk ikut berbicara dalam hal tersebut, katanya.

MK sudah menunjuk banyak pihak untuk mengikuti persidangan dari semua kelompok agama di Indonesia, mulai dari kalangan Agama Hindu, Budhda, Kristen Protestan, Katholik, Islam, Majelis Ulama, NU, dan Muhammadiyah.

Pada persidangan kedua, kata dia, Majelis Ulama pusat sudah dipanggil dan memberikan pandangannya, sehingga dari daerah yang ingin ikut tidak perlu karena cukup bergabung dengan induk organisasinya.

"Kalau semua diikutkan sidang akan lebih lama. Karena, MK saat memutuskan bukan berdasarkan banyak dukungannya. Tapi, Kita diutama nomokrasi atau menegakkan hukumnya bukan demokrasi," katanya.

Dia menyatakan soal putusan MK terkait UU penodaan agama, belum ada karena masih banyak sidang yang harus dilalui dan akan membutuhkan waktu yang lama.

Menurut dia, dalam hal tersebut yang telah terdaftar ada 60 ahli, nantinya akan melakukan uji materi termasuk seorang dari Amerika Serikat bernama Wcolt Durhm.

Bahkan, dia mengusulkan ditambah lagi dselapan ahli, dan jika persidangan dilakukan, maka setiap minggu menghadirkan enam ahli sehingga pemeriksaan akan selesai pertengahan April 2010.

"Jika ahli itu selesai, maka diperkirakan paling lambat pertengahan Mei 2010 sudah ada putrusan. Kalau tidak ada perubahan baru," katanya.

Menurut dia, UU tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama ini, merupakan suatu UU yang paling banyak pihak yang masuk berbicara ke dalam persidangan.

"MK memutuskan tidak berdasarkan banyaknya pendukung. Tapi, berdasarkan kebenaran hukum yang dianut. Kalau banyak-banyak pendukung di DPR yang cocok," katanya.

42 elemen Ormas Islam bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Kota Surakarta dan sekitarnya menolak pencabutan UU Nomor 1/PNPS/1965, tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama karena dapat menimbulkan keresahan di masyarakat. (*)

Uji Materi UU Penodaan Agama Paling Masif


Pendukung maupun penentang undang-undang tersebut jumlahnya sama banyak.

VIVAnews, 20 Februari 2010 - Persidangan uji materi Undang-Undang Penodaan Agama merupakan persidangan yang paling masif. Pasalnya, pendukung maupun penentang undang-undang tersebut jumlahnya banyak. Namun, hasil keputusan itu bukan berdasarkan jumlah dukungan namun berdasarkan monokratis.

“Banyak sekali kalangan masyarakat yang ingin menjadi pihak terkait dan ingin berbicara persidangan nanti. Tetapi karena kami sudah menunjuk pihak-pihak terkait seperti semua kelompok agama sudah dipanggil, mulai dari Islam, Hindu, Katolik, Kristen, Budha. Kelompok NU, Muhammadiyah, MUI,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD di Solo, Sabtu, 20 Februari 2010.

Oleh sebab itu, Mahfud mengharap kelompok-kelompok yang datang dari tingkat daerah maupun kabupaten untuk ikut bergabung saja dengan induk organisasi. “MUI kan sudah tampil pada sidang pertama sudah menyampaikan pandangannya. Kita batasi lah kalau aspirasinya sama,” tegasnya.

Terkait dengan banyaknya dukungan, lanjut dia,masalah kontistusi tidak berdasarkan siapa yang banyak dukungan tetapi berdasarkan nomokrasi. Kalau nanti gontok-gontokkan semua mau menjadi pihak agar terlihat banyak. Itu nanti menjadi demokrasi semata-mata.

“Padahal kita yang Mahkamah Kontitusi tugasnya nomokrasi menegakkan hukumnya bukan yang banyak pendukungnya,” kata dia.

Undang-Undang No 1/PNPS/1965 merupakan satu undang-undang yang paling masif pendukung dan penentang dan paling banyak pihak yang masuk dalam persidangan. Baik itu, itu menjadi pihak terkait, ikut pemohom, termohon.

“Kita itu memutus tidak banyak-banyakan pendukung. Kalau banyak-banyakan pendukung itu di DPR sana, kan itu politik. Tetapi kalau Mahkamah Konstitusi itu berdasarkan kebenaran hukum. Taruhlah kebenaran itu didukung satu orang yang lain didukung tujuh puluh orang. Tetapi, kalau satu itu memang benar yang dimenangkan,” tegasnya.

Inspiration


The secret of health for both mind and body is not to mourn for the past, not to worry about the future, not to anticipate troubles, but to live the present moment wisely and earnestly.
Siddhartha Gautama (ca 566-486 bce)

Designer Creates Musical Sari


Source: beta.thehindu.com

DHARMAVARAM, INDIA, February 12, 2010: If an elegant woman can grace those around her with the subtle fragrance of her perfumes, why not also, as if in a movie, provide her own soundtrack? Swaramadhuri, a singing silk sari, embedded with eight micro speakers on its border has caught the fancy of many silk traders down South.

Conceptualized by P. Mohan, a small-time designer in the Dharmavaram town in Anantpur district of Andhra Pradesh, the beautiful drape has micro speakers on its border and a small digital music player at the pallu which can play as many as 200 songs continuously for a stretch of four hours. Mr. Mohan has used a 2-GB memory chip to support the device on the sari.

Armed with a diploma in Fashion Design, he is said to have toiled for two months to come out with this unique design, which has piqued the interest of silk traders down South. B. Datta Shiva, the master weaver, who purchased the rights of the sari said, “Orders are pouring from reputed showrooms from Tamil Nadu, Kerala and Andhra Pradesh for supply.”